makalah ilmu bebas nilai (filsafat ilmu)
FILSAFAT
ILMU
“Ilmu
Bebas Nilai”
Kelompok
3
Nama anggota kelompok:
Alvani
Maizal Asri
Listia
Kurniasih
Muhtiani
Sary
Mutiara
Martalina
Nur
Intan Syafiqah
Refda
Yeni
Yoga
William
Pendidikan sejarah
Fakultas ilmu sosial
Universitas Negeri Padang
I.
PENDAHULUAN
Ilmu
bebas nilai dalam bahasa Inggris sering disebut dengan value free, yang
menyatakan bahwa ilmu dan teknologi adalah bersifat otonom. Ilmu secara otonom
tidak memiliki keterkaitan sama sekali dengan nilai. Bebas nilai berarti semua
kegiatan terkait dengan penyelidikan ilmiah harus disandarkan pada hakikat ilmu
itu sendiri. Ilmu menolak campur tangan faktor eksternal yang tidak secara
hakiki menentukan ilmu itu sendiri.
Tuntutan
agar ilmu pengetahuan bebas nilai pada kenyataannya agak dekat dengan tuntutan
Yunani agar ilmu pengetahuan itu tanpa pamrih. Tuntutan yang mirip dengan
tuntutan agar ilmu pengetahuan bebas nilai, yaitu tuntutan agar ilmu
pengetahuan bebas dari setiap praandaian
Dikatakan bebas nilai jika kolompok
kajiannya itu ilmu eksata. Karena ilmu eksakta itu bersifat ilmiah dan selalu
bisa berubah definisinya terhadap sesuatu jika sesuatu tersebut bisa dibuktikan
definisinya secara ilmiah. Serta pokok kajiannya tidak terbatas “bebas nilai”
Contohnya
: zaman dahulu orang beranggapan bahwa bumi itu pusat tata surya, tetapi
setelah ditemukannya teropong, anggapan tersebut musnah dan digantikan dengan
matahari sebagai pusat tata surya
Karl R.
Popper menyatakan bahwa ilmu pengetahuan bukan semata-mata produk kesepakatan
sosial; ilmu pengetahuan berkembang secara evolusioner; perkembangan ilmu
pengetahuan melalui subjek peneliti; dan rumus perkembangan ilmu pengetahuan,
yaitu: problem 1, teori tentatif, error elimination, dan
muncul problem 2.
Dari paradigma evolusi pengetahuan
inilah memberikan penegasan bahwa pertimbangan moral dalam pengembangan ilmu
pengetahuan terkesampingkan. Ilmu pengetahuan harus bebas dari segala nilai
agar dapat menempatkan diri secara objektif. Pengembangan ilmu pengetahuan pada
paradigma ini penegasan pada kategori etika/moralitas.
II.
PEMBAHASAN
A.
Duduk
persoalan
Rasionalisasi
ilmu pengetahuan terjadi sejak Rene Descartes dengan sikap skeptis-metodisnya
meragukan segala sesuatu, kecuali dirinya yang sedang ragu-ragu (cogito ergo
sum). Sikap ini berlanjut pada masa Aufklarung, suatu era yang merupakan usaha
manusia untuk mencapai pemahaman rasional tentang dirinya dan alam.
Bebas nilai yang
dimaksud sebagaimana Josep Situmorang menyatakan bahwa bebas nilai, artinya
tuntutan terhadap setiap kegiatan ilmiah agar didasarkan pada hakikat ilmu
pengetahuan itu sendiri. Ilmu pengetahuan menolak campur tangan faktor
eksternal yang tidak secara hakiki menentukan ilmu pengetahuan itu sendiri. Ada
tiga faktor sebagai indikator bahwa ilmu pengetahuan itu bebas nilai, yaitu
sebagai berikut:[1]
a. Ilmu
harus bebas dari berbagai pengandaian, yakni bebas dari pengaruh eksternal
sepeti faktor politik, ideologi, agama, budaya, dan unsur kemasyarakatan
lainnya.
b. Perlunya
kebebebasan usaha ilmiah agar otonomi ilmu pengetahuan terjamin. Kebebasan itu
menyangkut kemungkinan yang tersedia dan penentuan diri.
c. Penelitian
ilmiah tidak luput dari pertimbangan etis yang sering dituding menghambat
kemajuan ilmu,karena nilai etis itu sendiri bersifat universal.
Indikator
pertama dan kedua menujukan upaya para ilmuan untuk menjaga objektivitas
ilmiah, sedangkan indicator kedua menujukan adanya factor yang tak terhindarkan
perkembangan ilmu, pertimbangan etis. Hampir dipastikan bahwa mustahil bagi
para ilmuan untuk menafikan pertimbangan etis ini, karena setiap manusia
mempunyai hati nurani sebagai institusi moral terkecil yang ada dalam dirinya
sendiri.
Ilmu pengetahuan
tidak boleh terpengaruh oleh nilai – nilai yang letaknya di luar ilmu
pengetahuan, hal ini dapat juga di ungkapkan dengan rumusan singkat bahwa ilmu
pengetahuan itu seharusnya bebas. Maksud dari kata kebebasan adalah kemungkinan
untuk memilih dan kemampuan atau hak subyek bersangkutan untuk memilih sendiri.
Supaya terdapat kebebasan, harus ada penentuan diri dan bukan penentuan dari
luar. Jika dalam suatu ilmu tertentu terdapat situasi bahwa ada berbagai
hipotesa atau teori yang semuanya tidak seluruhnya memadai, maka sudah jelas
akan di anggap suatu pelanggaran kebebasan ilmu pengetahuan, bila suatu
instansi dari luar memberi petunjuk teori mana harus di terima. Menerima teori
berarti menentukan diri berdasarkan satu – satunya alasan yang penting dalam
bidang ilmiah, yaitu wawasan akan benarnya teori. Apa yang menjadi tujuan
seluruh kegiatan ilmiah disini mecapai pemenuhannya. Dengan demikian penentuan
diri terwujud sunguh – sungguh.Walaupun terlihat dipaksakan, namun penentuan
diri ini sungguh bebas, karena dilakukan bukan berdasarkan alasan – alasan yang
kurang dimengerti subyek sendiri melainkan berdasarkan wawasan sepenuhnya
tentang kebenaran.
Tokoh sosiologi,
Weber menyatakan bahwa ilmu sosial harus bebas nilai, tetapi ilmu-ilmu sosial
harus menjadi nilai yang relevan. Weber tidak yakin ketika para ilmuwan sosial
melakukan aktivitasnya seperti mengajar dan menulis mengenai bidang ilmu sosial
mereka tidak terpengaruh oleh kepentingan tertentu. Nilai-nilai itu harus
diimplikasikan oleh bagian-bagian praktis ilmu sosial jika praktik itu
mengandung tujuan atau rasional. Tanpa keinginan melayani kepentingan
segelintir orang, budaya, maka ilmuawan sosial tidak beralasan mengajarkan atau
menuliskan itu semua. Suatu sikap moral yang sedemikian itu tidak mempunyai
hubungan objektivitas ilmiah.
Dengan bebas
nilai kita maksudkan suatu tuntutan dengan mengajukan kepada setiap kegiatan
ilmiah atas dasar hakikat ilmu pengetahuan itu sendiri. Orang yang mendukung
bebas nilai ilmu pengetahuan akan melakukan kegiatan ilmiah berdasarkan nilai
yang khusus yang diwujudkan ilmu
pengetahuan. Karena kebenaran dijunjung tinggi sebagai nilai, maka kebenaran
itu dikejar secara murni dan semua nilai lain dikesampingkan.
Tuntutan
agar ilmu pengetahuan bebas dari setiap pengandaian, namun itu tidaklah
mungkin, sebab setiap ilmu berpangkal pada praandaian-praandaian yang tersimpul
dalam metode ilmu pengetahuan itu sendiri. Mengesampingkan prandaian itu sama
saja melumpuhkan setiap pendekatan metodis dan demikian menghilangkan ciri khas
ilmu pengetahuan.
Ada
dua macam prinsip ilmu pengetahuan, yaitu:
·
Prinsip konstitutif
Pada
praandaian-praandaian yang tersimpul dalam metode ilmu pengetahuan itu sendiri.
·
Prinsip yang menyangkut isi.
Prinsip
ini tidak merupakan praandaian-praandaian, melainkan hasil-hasil ilmu
pengetahuan. Hasil-hasil ilmu pengetahuan dapat berfungsi sebagai semacam
praandaian, misalnya bila seorang biolog menggunakan mikroskop elektron, ia
mengandaikan prinsip teori fisika yang telah memungkinkan pembuatan alat itu.
Bila ia menerapkan metode kimia ia mengandaikan prinsip kimia yang menjadi
dasarnya.
Praandaian-praandaian
tidak bisa diuji secara langsung , tetapi secara tidak langsung dilaksanakan melalui keberhasilan metode yang
digunakan. Tidak ada ilmu yang akan menerima suatu metode yang dipaksakan dari
luar . Dalam hal ini ilmu pengetahuan merasa diri otonom. Setiap ilmu ingin
menentukan sendiri apa yang menjadi metodenya.
B.
Kebebasan
dalam ilmu pengetahuan
Ilmu pengetahuan
tidak boleh terpengaruh oleh nilai – nilai yang letaknya di luar ilmu
pengetahuan, hal ini dapat juga di ungkapkan dengan rumusan singkat bahwa ilmu
pengetahuan itu seharusnya bebas.[2]
Maksud dari kata kebebasan adalah kemungkinan untuk memilih dan kemampuan atau
hak subyek bersangkutan untuk memilih sendiri. Supaya terdapat kebebasan, harus
ada penentuan diri dan bukan penentuan dari luar. Jika dalam suatu ilmu
tertentu terdapat situasi bahwa ada berbagai hipotesa atau teori yang semuanya
tidak seluruhnya memadai, maka sudah jelas akan di anggap suatu pelanggaran
kebebasan ilmu pengetahuan, bila suatu instansi dari luar memberi petunjuk
teori mana harus di terima. Menerima teori berarti menentukan diri berdasarkan
satu–satunya alasan yang penting dalam bidang ilmiah, yaitu wawasan akan
benarnya teori. Apa yang menjadi tujuan seluruh kegiatan ilmian disini mecapai
pemenuhannya. Dengan demikian penentuan diri terwujud sunguh – sungguh.
Walaupun terlihat dipaksakan, namun penentuan diri ini sungguh bebas, karena
dilakukan bukan berdasarkan alasan – alasan yang kurang dimengerti subyek
sendiri melainkan berdasarkan wawasan sepenuhnya tentang kebenaran.
Ilmu pengetahuan
itu seharusnya bebas , kebebasan yang dituntut ilmu pengetahuan sekali-kali
tidak sama dengan ketidakterikatan mutlak. Bila “kebebasan” dipakai, yang
dimaksudkan adalah dua hal : kemungkinan untuk memilih dan kemampuan atau hak
subyek bersangkutan untuk memilih
sendiri. Supaya terdapat kebebasan, harus ada penentuan diri dan bukan
penentuan dari luar.
Ilmu pengetahuan
tidak boleh membiarkan diri terpengaruh oleh nilai- nilai yang letaknya diluar
ilmu pengetahuan diungkap dengan rumusan singkat bahwa ilmu pengetahuan itu
seharusnya bebas. Kebebasan yang dituntut dalam ilmu pengetahuan sekali- kali
tidak sama dengan ketidakterikatan mutlak. Kata Kebebasan disini yang
dimaksudkan adalah dua hal: kemungkinan untuk memilih dan kemampuan untuk
memilih dan kemampuan atau hak subyek bersangkutan untuk memilih sendiri. Supaya terdapat kebebasan, harus ada
penentuan diri dan bukan penentuan dari luar.
Jika suatu ilmu
tertentu terdapat dalam situasi bahwa ada berbagai hipotesa atau teori yang
semuanya tidak seluruhya memadai, maka sudah jelas bahwa akan dianggap sebagai
pelanggaran kebebasan dalam ilmu pengetahuan, bila suatu istansi dari luar
memberi petunjuk teori mana harus diterima. Ilmuan sendiri ingin menentukan hal
itu, biarpun ia tahu bahwa orang lain barangkali tidak akan memilih teori yang
sama.
Penentuan diri
ini nampaknya dipaksakan, namun penentuan diri itu sungguh – sungguh bebas,
karena dilakukan bukan berdasarkan alasan –alasan yang kurang dimengerti subyek
sendiri melainkan berdasarkan wawasan sepenuhnya tentang kebenaran.
Pertimbangan-
pertimbangan seperti itu tidak saja berlaku untuk ilmu pengetahuan sebagai
teori, malainkan juga untuk ilmu pengetahuan secara praksis. Kebebasan untuk
memilih selalu tinggal suatu faktor hakiki dalam kebebasan ilmu pengetahuan .
Tetapi kebebasan untuk memilih bukan faktor terpenting, bukan hal yang mutlak
perlu untuk dapat menjalankan penentuan diri.
Lagi pula, juga dalam situasi- situasi yang kurang ideal pilihan selalu
akan di tunjukkan kendati berdasarkan alasan-alasan yang tidak sepenuhnya dimengerti
pada dugaan bahwa teori atau terapi atau terapi yang dipilih paling mendekati
kebenaran atau efektivitas.
C.
Bebas
nilai dan obyektivitas ilmu
Salah
satu kesulitan yang dihadapi ilmu – ilmu manusia ialah cara khusus manusia
terlibat dalam ilmu – ilmu itu, sebagai subyek maupun obyek. Ia terlibat
sebagai subyek tentu karena dialah yang mempraktekkan ilmu pengetahuan alam.
Tapi ia terlibat sebagai obyek, hanya sejauh ia sebagai makhluk alam bisa
menjadi pokok pmbicaraan ilmu alam. Sebab, sebagai makhluk alam ia dikuasai
oleh hukum – hukum fisis, kimiawi, dan biologis. Tetapi kegiatan yang dilakukan
ilmu alam tidak merupakan obyek penelitian ilmu alam. Karena ilmu alam
merupakan suatu aktivitas manusiawi yang khas.
Praktek ilmiah
merupakan suatu kegiatan psikis ( termasuk obyek Psikologi). Praktek ilmiah
merupakan kegiatan sosial (termasuk
obyek sosiologi). Praktek ilmiah merupakan suatu kegiatan historis (
obyek penelitian ilmu sejarah).
Di kawasan ilmu
pengetahuan kemanusiaan terdapat pelbagai
aliran : (1) aliran yang ingin bekerja “seobyektif mungkin”, dalam arti
meregistrasi tingkah laku manusia dari luar,suapaya ditemukan keajekan-keajekan
tertentu. (2 )Aliran yang melalui metode “merasakan” berusaha mengerti sebaik
mungkin manusia yang bertindak. Demi menjamin obyektivitas adalah dengan
mempraktekkan kedua metode sekaligus, yaitu metode Versteben (mengerti) dan
metode Erklaren(menjelaskan).
Ilmu ekonomi
mengisyaratkan tujuan-tujuan mana dapat dicapai dan tujuan-tujuan mana tidak,
dan sarana-sarana mana harus dipakai untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Ilmu
alam dan teknologi memperlihatkan hal-hal teknis yang mungkin dilaksanakan,
tapi tidak menjawab pertanyaan-pertanyaan apakah hal-hal itu juga seharusnya
dilaksanakan.
Obyektivitas Ilmu
Ilmu diharapkan
agar objektif. Objektif artinya sesuai dengan kebenaran realitas. Objek berada
diluar dari pengamat, ada diluar sana. Itu artinya apapun kondisi yang
mempengaruhi pengamat maka suatu realitas diluar sana tidak berubah.
Pengetahuan yang objektif artinya
sesuai dengan objek yang ada diluar sana. Dengan kata lain pengetahuan yang
objektif masyarakat suatu pengetauan yang tidak terpengaruh oleh kondisi subjek
pengamat.
Objektifitas
atau objektif dalam keilmuan berarti upaya-upaya untuk menangkap sifat alamiah
(mengidentifikasi) sebuah objek yang sedang diteliti/ dipelajari dengan suatu
cara dimana hasilnya tidak tergantung pada fasilitas apapun dari subjek yang
menyelidikinya. Keobjektifan pada dasarnya, tidak berpihak, dimana sesuatu
secara ideal dapat diterima oleh semua pihak, karena pernyataan yang diberikan
terhadapnya bukan merupakan hasil dari asumsi (kira-kira), prasangka, ataupun
nilai-nilai yang dianut oleh subjek tertentu.
D.
Ilmu
pengetahuan sebagai tujuan atau alat
·
Ilmu pengetahuan sebagai tujuan
Ilmu
pengetahuan bukan saja sarana tapi juga tujuan. Fungsinya sebagai tujuan harus
dapat dilihat, setidak-tidaknya sedikit. Sebab, kegiatan ilmiah merupakan suatu
unsur penting dari perkembangan manusia seutuhnya dan karena itu harus sudah
dihayati sekarang juga, walaupun fungsinya sebagai sarana paling menyolok.
Kesimpulan penting untuk menentukan
prioritas-prioritas sekarang dengan cara praktis dan efektif, dapat diajukan
dua argument :
1.Manusia
tidak pernah dapat dianggap sebagai sarana untuk mencapai tujuan.
2.Menjadi
tugas generasi sekarang bukan hanya memajukan ilmu pengetahuan , tapi juga
memajukan dengan visi yang tepat.Sehingga manusia tidak menjadi budak teknologi
dan budak tata susunan teknologis yang diciptakannya.
Lahirnya
dan berkembangnya ilmu pengetauhan telah banyak membawa perubahan dalam
kehidupan manusia, terlebih lagi dengan makin intensnya penerapan ilmu dalam
bentuk teknologi yang telah menjadi manusia lebih mampu memahami berbagai
gejala serta mengatur kehidupan secara lebih efektif dan efesien.hal itu
berarti bahwa ilmu mempunyai dampak
besar bagi kehidupan manusia, dan ini tidak terlepas dari tujuan ilmu.
Tujuan
dari ilmu itu sendiri adalah untuk memahami,memprediksi, dan mengatur berbagai
aspek kejadian di dunia, disamping untuk menemukan atau memformulasikan teori,
dan teori ini sendiri pada dasarnya merupakan suatu penjelasan tentang sesuatu
sehingga dapat di peroleh kefahaman, dan
teori tersebut telah teruji kebenarannya.
Tujuan
ilmu pengetauahan.
1. Secara
praktis
Oleh karena ilmu pengetauhan merupakan suatu
aktifitas kognitif yang harus mematuhi berbagai kaidah pemikiran yang
logis, maka metode ilmiah juga berkaitan
sangat erat dengan logika. Dengan demikian, prosedur yang tergolong metode
logis termasuk dalam pula ruang lingkup metode ilmiah. Ini misalnya ialah
deduktif, abstraksi, penalaran analogis, dan analisis analogis.
2. Secara
teoritis.
Pada dasarnya ilmu adalah sebuah proses yang
bersifat rasional dan kognitif, juga bercorak teleologis, yakni mengarah pada
tujuan tertentu karena para ilmuan dalam melakukan aktifitasilmiah mempunyai
tujuan-tujuan yang ingin dicapai. Ilmu melayani suatu yujuan tertentu yang
diinginkan oleh setiap ilmuan. Dengan demikian ilmu adalah aktivitas manusiawi
yang bertujuan. Tujuan ilmu itu dapat bermacam-macam sesuai apa yang diharapkan
masing-masing ilmuan.
Demikianlah, ternyata bahwa ilmu mengarah pada
berbagai tujuan. Tujuan yang ingin dicapai atau yang dilaksanakan yaitu Pengetauhan,
Kebenaran, Pemahaman, Penjelasan, Pengendalian, Penerapan.
Dengan
demikian,ilmu tidak mengarah pada tujuan tunggal yang terbatas melainkan pada
macam-macam tujuan yang tampaknya dapat berkembang terus sejalan dengan
pemikiran para ilmuan. Ilmu tidak memiliki satu tujuan melainkan banyak dan
pertumbuhannya telah melampaui banyak tahap-tahap yang bertentangan. Seperti halnya semua
aktivitas kritis,ilmu tidak mempunyai satu melainkan sejumlah tujuan yang
bertalian ,ini harus berusahan memenuhi semua sejauh mungkin dalam keserasian,
dan ilmu berhak menentukan tujuan-tujuan baru.
E.
Pengeseran
etos ilmu ke arah praksis
·
Pergeseran ke arah praksis.
Dalam konteks historis kita lihat terjadinya
pergeseran: dari ilmu pengetahuan sebagai theoria, demi pengetahuan , menuju
ilmu pengetahuan sebagai praxis, demi kegunaan bagi kehidupan. Pergeseran
historis ke arah praksis menyangkut sesuatu yang khusus, yaitu bahwa ilmu
pengetahuan menjadi berguna bagi semua aspek sehari-hari.
·
Tujuan-tujuan praksis
Ditinjau dari segi historis , ada dua faktor yang
sangat memperluas tujuan-tujuan “natural” ini. Faktor pertama, ilmu pengetahuan
bisa berguna untuk praksis dan menambah kemungkinan-kemungkinannya dengan cara
tak terduga. Faktor lain adalah tradisi Yahudi-Kristiani yang minta perhatian
untuk sesama yang menderita ,untuk manusia yang tidak berdaya dan juga tidak
berhak atas bantuan , karena tidak sanggup menyumbangkan sesuatu kepada
masyarakat yang dapat menjadi dasar bagi haknya.
Pertautan
theoria dan praksis yang begitu khas
bagi perkembangan ilmu pengetahuan ,
mendapat juga juga suatu makna khusus. Pertautan itu dapat dikaitkan dengan
kesatuan awal yang menurut filsafat Yunani terdapat antara theoria
sebagai pengenalan dan etika sebagai praxis. Seluruh ilmu pengetahuan yang
telah berkembang dari filsafat Yunani tertuju pada praxis yang berorientasi
etis : membantu manusia yang menderita untuk hidup pantas.
III.
PENUTUP
Dalam menggunakan ilmu pengetahuan, seharusnya
melihat berbagai aspek. Baik dari segi norma, sosial, dan kegunaan dari ilmu
sendiri. Karena hasil dari ilmu, pasti akan berdampak besar dengan yang
lainnya. Seperti kemajuan ilmu pengetahuan suatu negara akan mendorong
perekonomian negara tersebut. Sehingga ilmu itu harus terikat nilai. Karena
perlu di perhatikan faktor sebab dan akibat dalam penggunaan ilmu pengetahuan.
Dan juga subyek dan obyek ilmu sendiri adalah manusia, sehingga karena manusia
memiliki tatanan nilai lainnya, tentunya akan mempengaruhi dalam penggunaan
ilmu.
Dalam filsafat terdapat dua
pandangan mengenai ilmu, yaitu ilmu bebas nilai dan ilmu terikat nilai/tidak
bebas nilai. Ilmu bebas nilai mengemukakan bahwa antara ilmu dan nilai tidak
ada kaitannya, keduanya berdiri sendiri. Menurut pandangan ilmu bebas nilai,
dengan tujuan mengembangkan ilmu pengetahuan kita boleh mengeksplorasi alam
tanpa batas dan tdak harus memikirkan
nilai-nilai yang ada, karena nilai hanya akan menghambat perkembangan
ilmu.
SUMBER
·
Surajiyo. 2010. Filsafat Ilmu dan
Perkembangannya di Indonesia Suatu Pengantar. Jakarta: Bumi Aksara. Halaman:
149-150.
·
Surajiyo. 2010. Filsafat ilmu dan
perkembangannya di Indonesia. Padang: Bumi Aksara. importanceofphilosophy.com/Epistimology_Objectivity
·
Rizal Mustansyir dan Misnal Munir,
Pengantar Filsafat Ilmu. Yogyakarta : Tiara Wacana
·
Melsen, A.G.M., 1985 Van. Ilmu
Pengetahuan dan Tanggung Jawab (Terjemahan). Jakarta: Gramedia.
·
Berkarya bersama, “filsfat, ilmu bebas
nilai dan tidak bebas nilai”, Sabtu, 01 Desember 2012, google.
·
Ahmad Rifa’i, “ILMU, Antara Bebas atau
Terikat Nilai”, Mar 16, 2010, google.
Komentar