gajah mada dan pemerintahan hayam wuruk
Sejarah Indonesia Zaman Pengaruh Hindu Buddha
GAJAH
MADA
&
PEMERINTAHAN HAYAM WURUK
Kelompok 7

Nama
anggota kelompok
ü Alvani
Maizal Asri (1306014)
ü Fitri
Yulianti (1306009)
ü Adrul
Nafis (1306031)
ü Umi
Salmi (1306001)
ü Riza
Muvdya (1305999)
JURUSAN SEJARAH
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2014
I.
PENDAHULUAN
Gajah
Mada adalah seorang panglima perang dan tokoh yang sangat berpengaruh pada
zaman kerajaan Majapahit. Menurut berbagai sumber mitologi, kitab, dan prasasti
dari zaman Jawa Kuno, ia memulai kariernya tahun 1313, dan semakin menanjak
setelah peristiwa pemberontakan Ra Kuti pada masa pemerintahan Sri Jayanagara,
yang mengangkatnya sebagai Patih. Ia menjadi Mahapatih (Menteri Besar) pada
masa Ratu Tribhuwanatunggadewi, dan kemudian sebagai Amangkubhumi (Perdana
Menteri) yang mengantarkan Majapahit ke puncak kejayaannya.
Gajah
Mada terkenal dengan sumpahnya, yaitu Sumpah Palapa, yang tercatat di dalam
Pararaton. Ia menyatakan tidak akan memakan palapa sebelum berhasil menyatukan
Nusantara. Meskipun ia adalah salah satu tokoh sentral saat itu, sangat sedikit
catatan-catatan sejarah yang ditemukan mengenai dirinya. Wajah sesungguhnya
dari tokoh Gajah Mada, saat ini masih kontroversial. Pada masa sekarang,
Indonesia telah menetapkan Gajah Mada sebagai salah satu Pahlawan Nasional dan
merupakan simbol nasionalisme dan persatuan Nusantara.
II.
PEMBAHASAN
A.
Asal
usul
Salah
satu bukti fisik bahwa Gajah Mada lahir di Lamongan adalah adanya situs kuburan
ibunda Gajah Mada di Desa Ngimbang. Menurut kepercayaan setempat, situs yang
sampai sekarang masih ada itu masih dikeramatkan oleh sebagian warga. Anak muda
bernama kecil Joko Modo, berbadan tegap, jago kanuragan serta berilmu tinggi
didikan Empu Mada itulah yang kemudian disebut sebagai Gajah Mada. Dia kemudian
diterima menjadi anggota Pasukan Bhayangkara (pasukan elit pengawal raja) di
era Prabu Jayanegara.
Diperkirakan
Gajah Mada lahir pada awal abad 14, di lembah Sungai Brantas diantara Gunung
Kawi dan Gunung Arjuna. Berasal dari kalangan rakyat biasa, bukan dari kalangan
keluarga kaya ataupun bangsawan. Sejak kecil dia memiliki talenta kepemimpinan
yang sangat kuat melebihi orang-orang sebaya di masanya dan konon dia terus
menempa dirinya agar dapat masuk ke lingkungan pasukan kerajaan. Nama Gajah
Mada sendiri mengandung makna “Gajah yang cerdas, tangkas, dan enerjik.”
Gajah
Mada dikenal juga oleh masyarakat dengan nama Mpu Mada, Jaya Mada, atau Dwirada
Mada. Ia diyakini sebagai Lembu Muksa yang merupakan titisan dari Dewa Wisnu.
Dengan keyakinan masyarakat tersebut, Gajah Mada mendapat legitimasi yang
sangat kuat dari seluruh rakyat Majapahit, sehingga mendapatkan dukungan
kepatuhan yang kuat dari rakyat dan kepercayaan yang besar dari Raja.
Dalam
pupuh Désawarnana atau Nāgarakṛtāgama karya Prapanca yang ditemukan saat
penyerangan Istana Tjakranagara di Pulau Lombok pada tahun 1894 terdapat
informasi bahwa Gajah Mada merupakan patih dari Kerajaan Daha dan kemudian
menjadi patih dari Kerajaan Daha dan Kerajaan Janggala yang membuatnya kemudian
masuk kedalam strata sosial elitis pada saat itu dan Gajah Mada digambarkan
pula sebagai “seorang yang mengesankan, berbicara dengan tajam atau tegas,
jujur dan tulus ikhlas serta berpikiran sehat”.
B.
Perkembangan/
Kejayaan
Awal
kariernya dimulai sebagai anggota prajurit Bhayangkara. Karena kemampuannya, ia
pun diangkat menjadi Bekel atau Kepala Prajurit Bhayangkara dengan tugas
memimpin pasukan pengaman dan pengawal Raja, kalau saat ini mungkin sebagai
Kepala Paspampres.
Pengabdian
Gajah Mada kepada Negara dimulai pada masa pemerintahan Raja Jayanegara (1309 –
1328). Pada masa ini, banyak sekali prestasi yang ditunjukkan oleh Gajah Mada,
sehingga membuat prestasinya terus menanjak. Salah satunya yang tercatat
didalam sejarah adalah ketika Gajah Mada berhasil menyelamatkan pemerintahan
dari kudeta Ra Kuti. Sehingga atas prestasinya tersebut dia dianugerahi menjadi
Patih di kawasan Kahuripan pada 1319. Gajah Mada menjabat Patih Kahuripan
selama 2 tahun, yaitu 1319 – 1321. Posisinya sebagai Patih Kahuripan merupakan
hal yang menantang baginya. Dengan posisinya ini, Gajah Mada dapat terus
meningkatkan pengetahuan, keterampilan, serta pengalamannya di bidang
kepemimpinan, manajemen tata pemerintahan, dan ketataprajaan (ketatanegaraan).
Salah satu kemampuannya yang sangat dikagumi oleh rakyat Majapahit, terutama
kalangan Istana adalah dalam problem solving & decision making.
Kemampuannya didalam menganalisa suatu permasalahan sangat tajam serta tegas
didalam mengambil suatu keputusan.
Pada
tahun 1329, Patih Majapahit yakni Aryo Tadah (Mpu Krewes) ingin mengundurkan
diri dari jabatannya. Dan menunjuk Patih Gajah Mada dari Kediri sebagai
penggantinya. Patih Gajah Mada sendiri tak langsung menyetujui, tetapi ia ingin
membuat jasa dahulu pada Majapahit dengan menaklukkan Keta dan Sadeng yang saat
itu sedang memberontak terhadap Majapahit. Keta dan Sadeng pun akhirnya dapat
ditaklukan. Akhirnya, pada tahun 1334, Gajah Mada diangkat menjadi Mahapatih
secara resmi oleh Ratu Tribhuwanatunggadewi (1328-1351) yang waktu itu telah
memerintah Majapahit setelah terbunuhnya Jayanagara.
Saat
dikukuhkan menjadi Maha Patih, Gajah Mada membuat suatu statement atau janji
politik yang sangat luar biasa. Janji yang sangat melegenda hingga saat ini dan
akan selalu dikenang oleh berbagai generasi, yaitu suatu janji yang dikenal
dengan nama SUMPAH PALAPA.
Rajapatni
(Gayatri) wafat pada tahun 1350. Setelah ibundanya wafat, Ratu
Tribuwanatunggadewi menyerahkan tahta Majapahit kepada putranya, Hayam Wuruk.
Ketika naik tahta Hayam Wuruk baru berusia 16 tahun.
Setelah
naik tahta Hayam Wuruk bergelar Sri Rajasanegara. Pada masa pemerintahan Hayam
Wuruk, Majapahit mengalami zaman keemasan. Hayam Wuruk didampingi oleh Patih
Gajah Mada. Hayam Wuruk menjadi raja Majapahit yang paling besar. Gajah Mada
meneruskan citacitanya. Satu per satu kerajaan di Nusantara dapat ditaklukkan
di bawah Majapahit. Wilayah kerajaannya meliputi hampir seluruh wilayah
Nusantara sekarang, ditambah Tumasik (Singapura) dan Semenanjung Melayu.
Pada
masa itu, Majapahit menjalin hubungan dengan kerajaan-kerajaan di daerah
daratan Asia Tenggara seperti India, Muangthai, Kamboja, dan Cina. Dengan
kemajuan hubungan itu, perdagangan dan pelayaran kerajaan Majapahit semakin
maju. Bandar-bandar Majapahit, seperti Ujung Galuh, Tuban, Gresik, dan Pasuruan
ramai dikunjungi oleh pedagang-pedagang dari Cina, India, dan Persia.
Selain
berkembang menjadi kerajaan maritim yang besar, Majapahit juga menjadi kerajaan
agraris yang maju. Hayam Wuruk membangun waduk dan saluran irigasi untuk
mengairi lahan pertanian. Beberapa jalan dan jembatan penyeberangan juga
dibangun untuk mempermudah lalu lintas antardaerah. Hasil pertanian Majapahit
antara lain beras, rempahrempah, kapas, sutera, dan hasil-hasil perkebunan.
Hayam
Wuruk juga memperhatikan kegiatan kebudayaan. Hal ini terbukti dengan banyaknya
candi yang didirikan dan kemajuan dalam bidang sastra. Candi-candi peninggalan
Majapahit, antara lain Candi Sawentar, Candi Sumberjati, Candi Surawana, Candi
Tikus, dan Candi Jabung. Karya sastra yang terkenal pada masa Kerajaan
Majapahit ialah Kitab Negarakertagama karangan Empu Prapanca dan Kitab Sutasoma
karangan Empu Tantular. Dalam kitab Negarakertagama terdapat istilah Pancasila.
Sedangkan
di dalam Sutasoma terdapat istilah Bhinneka Tunggal Ika. Pada masa pemerintahan
Hayam Wuruk, terjadi Perang Bubat. Perang Bubat terjadi antara Kerajaan
Majapahit dan kerajaan Pajajaran. Hayam Wuruk bermaksud mempersunting Diyah
Pitaloka (Ciptaresmi), putri raja Pajajaran. Pihak Majapahit mengirim utusan
untuk melamar. Pihak Pajajaran dan utusan tersebut membuat kesepakatan. Isinya
raja Majapahit tidak melamar ke istana Pajajaran, tetapi di perbatasan kedua
kerajaan, yaitu di Desa Bubat.
a. Sumpah
Palapa
Ketika
pengangkatannya sebagai patih Amangkubhumi pada tahun 1258 Saka (1336 M) Gajah
Mada mengucapkan Sumpah Palapa yang berisi bahwa ia akan menikmati palapa atau
rempah-rempah (yang diartikan kenikmatan duniawi) bila telah berhasil
menaklukkan Nusantara. Sebagaimana tercatat dalam kitab Pararaton dalam teks
Jawa Pertengahan yang berbunyi sebagai berikut:
“Sira
Gajah Mada pepatih amungkubumi tan ayun amukti palapa, sira Gajah Mada: Lamun
huwus kalah nusantara ingsun amukti palapa, lamun kalah ring Gurun, ring Seram,
Tañjungpura, ring Haru, ring Pahang, Dompu, ring Bali, Sunda, Palembang,
Tumasik, samana ingsun amukti palapa”
artinya
:
“Beliau,
Gajah Mada sebagai patih Amangkubumi tidak ingin melepaskan puasa, Gajah Mada
berkata bahwa bila telah mengalahkan (menguasai) Nusantara, saya (baru akan)
melepaskan puasa, bila telah mengalahkan Gurun, Seram, Tanjung Pura, Haru,
Pahang, Dompo, Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, demikianlah saya (baru akan)
melepaskan puasa”
b. Struktur
Pemerintahan
Sekilas
tentang kerajaan Majapahit
Kerajaan
Majapahit didirikan oleh Raden Wijaya pada tahun 1215 Saka, atau 1293 Masehi.
Raden Wijaya kemudian dinobatkan sebagairaja pertama kerajaan Majapahit yang
bergelar Prabu Kertarajasa Jayawardhana. Raden Wijaya memerintah Majapahit
selama 16 tahun dan wafat pada tahun 1309 masehi.
Raden
Wijaya kemudian digantikan oleh putranya, Kalagemet. Ia bergelar Sri
Jayanegara. Jayanegara memerintah Majapahit antara tahun 1309-1328 masehi. Raja
Jayanegara dibunuh oleh Rakryan Dharmaputra Winehsuka Tanca, seorang tabib yang
dendam terhadap Jayanegara pada tahun 1328 M.
Jayanegara
kemudian digantikan oleh saudara perempuannya, Tribuwanatunggadewi
Jayawisnuwardhani dan Rajadewi Maharajasa. Tribuwanatunggadewi
Jayawisnuwardhani dan Rajadewi Maharajasa memerintah Majapahit pada tahun
1328-1350. Pada pemerintahan Tribuwanatunggadewi Gajah Mada, yang saat itu
memerintah Daha dan Kahuripan dinaikkan pangkatnya menjadi Mahapatih
Amangkubhumi karena ia berhasil meredam pemberontakan di Sadeng1 menggantikan
Arya Tadah yang telah lanjut usia. Gajah Mada kemudian mengucapkan ikrarnya,
yang dikenal dengan sumpah palapa.
Sumber
: wikipedia
Tribuwanatunggadewi
memiliki putra yang bernama Hayam Wuruk. Hayam Wuruk kemudian diangkat menjadi
raja menggantikan ibunya pada tahun 1350 M. Dengan bantuan Patih Amangkubhumi
Gajah Mada, Hayam Wuruk berhasil membawa kerajaan Majapahit ke puncak
kebesarannya dengan menundukkan seluruh wilayah Nusantara.Namun Nusantara
kembali pecah belah setelah Gajah Mada dan Hayam Wuruk wafat.
Majapahit
memiliki struktur pemerintahan dan susunan birokrasi yang teratur pada masa
pemerintahan Hayam Wuruk dan tampak struktur dan birokrasi tersebut tidak
banyak berubah selama perkembangan sejarahnya. Raja dianggap sebagai penjelmaan
dewa di dunia dan ia memegang otoritas politik tertinggi.
Raja
dibantu oleh sejumlah pejabat birokrasi dalam melaksanakan pemerintahan dengan
para putra dan kerabat dekat raja memiliki kedudukan tinggi. Perintah raja
biasanya diturunkan kepada pejabat-pejabat dibawah, antara lain yaitu:
a)
Rakryan Mahamantri Katrini biasa dijabat putra-putra raja
b)
Rakryan Mantri ri Pakira-kiran dewan menteri yang melaksanakan pemerintahan
c)
Dharmmadhyaksa para pejabat hukum keagamaan
d)
Dharmma-upapatti para pejabat keagamaan
Dalam
Rakryan Mantri Pakira-kiran terdapat
seorang pejabat yang terpenting yaitu Rakryan Mapatih atau Patih Hamangkubhumi.
Pejabat ini dapat dikatakan sebagai perdana menteri yang bersama-sama raja
dapat ikut melaksanakan kebijaksanaan pemerintahan. Selain itu terdapat pula
semacam dewan pertimbangan kerajaan yang anggotanya para sanak saudara raja
yang disebut sebagai Bhattara Saptaprabhu.
Di
bawah raja Majapahit terdapat pula sejumlah raja daerah yang disebut Paduka
Bhattara. Mereka biasanya merupakan saudara atau kerabat dekat raja dan
bertugas dalam mengumpulkan penghasilan kerajaan, penyerahan upeti dan
pertahanan kerajaan di wilayah masing-masing. Dalam Prasasti Wingun Pitu (1447
M) disebutkan bahwa pemerintahan Majapahit dibagi menjadi 14 daerah bawahan yang
dipimpin oleh seseorang yang bergelar Bhre. Daerah-daerah bawahan tersebut
yaitu:
Kelinggapura, Kembang Jenar, Matahun, Pajang, Singhapura,
Tanjungpura, Tumapel, Wengker, Daha, Jagaraga, Kabalan, Kahuripan, Keling.
C.
Keruntuhan
Perang
Bubat
Dalam
Kidung Sunda diceritakan bahwa Perang Bubat (1357) bermula saat Prabu Hayam
Wuruk mulai melakukan langkah-langkah diplomasi dengan hendak menikahi Dyah
Pitaloka putri Sunda sebagai permaisuri. Lamaran Prabu Hayam Wuruk diterima
pihak Kerajaan Sunda, dan rombongan besar Kerajaan Sunda datang ke Majapahit
untuk melangsungkan pernikahan agung itu. Gajah Mada yang menginginkan Sunda
takluk, memaksa menginginkan Dyah Pitaloka sebagai persembahan pengakuan
kekuasaan Majapahit. Akibat penolakan pihak Sunda mengenai hal ini, terjadilah pertempuran
tidak seimbang antara pasukan Majapahit dan rombongan Sunda di Bubat; yang saat
itu menjadi tempat penginapan rombongan Sunda. Dyah Pitaloka bunuh diri setelah
ayahanda dan seluruh rombongannya gugur dalam pertempuran. Akibat peristiwa itu
langkah-langkah diplomasi Hayam Wuruk gagal dan Gajah Mada dinonaktifkan dari
jabatannya karena dipandang lebih menginginkan pencapaiannya dengan jalan
melakukan invasi militer padahal hal ini tidak boleh dilakukan.
Dalam
Nagarakretagama diceritakan hal yang sedikit berbeda. Dikatakan bahwa Hayam
Wuruk sangat menghargai Gajah Mada sebagai Mahamantri Agung yang wira,
bijaksana, serta setia berbakti kepada negara. Sang raja menganugerahkan dukuh
“Madakaripura” yang berpemandangan indah di Tongas, Probolinggo, kepada Gajah
Mada. Terdapat pendapat yang menyatakan bahwa pada 1359, Gajah Mada diangkat
kembali sebagai patih; hanya saja ia memerintah dari Madakaripura.[19]
Karir
politiknya mulai merosot akibat Perang Bubat (1357). Dalam Kidung Sunda
diceritakan bahwa hal ini bermula pada saat Prabu Hayam Wuruk hendak
menikahiDyah Pitaloka putri Sunda sebagai permaisuri. Lamaran Prabu Hayam Wuruk
diterima pihak Kerajaan Sunda dan rombongan besar Kerajaan Sunda datang ke
Majapahit untuk melangsungkan pernikahan agung itu. Namun Patih Gajah Mada yang
menginginkan Sunda takluk memaksa menginginkan Dyah Pitaloka sebagai
persembahan pengakuan kekuasaan Majapahit. Akibat penolakan pihak kerajaan
Sunda mengenai hal ini, terjadilah pertempuran yang tidak seimbang antara
pasukan Majapahit dan rombongan Sunda di Bubat yang saat itu menjadi tempat
penginapan rombongan Sunda. Dyah Pitaloka sendiri bunuh diri setelah ayahanda
beserta seluruh rombongannya gugur dalam pertempuran.
Akibat
peristiwa itu, Patih Gajah Mada dinonaktifkan dari jabatannya dan ia diberi
pesanggrahan Madakaripura di Tongas,
Probolinggo. Namun pada 1359, Gajah Mada diangkat kembali sebagai patih, hanya
saja ia memerintah dari Madakaripura.
Pada
1364, Gajah Mada menghilang secara misterius dan tidak pernah muncul lagi, Ada
beberapa hipotesa tentang Gajah Mada di periode 1364 dan sesudahnya.
·
diperkirakan Gajah Mada mengasingkan
diri ke Lampung, dan akhirnya meninggal di Lampung. Saat ini ada pusara yang
diyakini sebagai makam Gajah Mada di Lampung.
·
ia bergabung dengan Adityawarman yang telah
menjadi penguasa Kerajaan Pagaruyung, Kerajaan Dharmasraya, Jambi, dan
Palembang. Pada saat tiba di Lampung, ia membuat pusara yang seolah olah adalah
makamnya, supaya tidak dicari oleh Majapahit. Setelah itu ia melanjutkan
perjalanannya ke utara dan bergabung dengan Adityawarman.
·
ia memimpin ekspedisi ke sebrang lautan
hingga ke MADAGASKAR. Asal muasal pulau tersebut memiliki nama Madagaskar,
diperkirakan ada hubungannya dengan Mahapatih Gajah Mada. Penduduk asli pulau
itu, etnis Merina dan Betsileo, mirip dengan penduduk asli pulau jawa.
III.
PENUTUP
Perang
Bubat terjadi antara Kerajaan Majapahit dan kerajaan Pajajaran. Hayam Wuruk
bermaksud mempersunting Diyah Pitaloka (Ciptaresmi), putri raja Pajajaran.
Pihak Majapahit mengirim utusan untuk melamar. Pihak Pajajaran dan utusan
tersebut membuat kesepakatan. Isinya raja Majapahit tidak melamar ke istana
Pajajaran, tetapi di perbatasan kedua kerajaan, yaitu di Desa Bubat.
Raja
Pajajaran memimpin secara langsung rombongan putrinya ke Desa Bubat. Patih
Gajah Mada mempunyai rencana lain. Gajah Mada memkasa raja Pajajaran yang sudah
ada di Desa Bubat untuk mempersembahkan putrinya sebagai upeti kepada Raja
Hayam Wuruk. Permintaan itu ditolak oleh raja Pajajaran, sehingga terjadi
perang besar di Desa Bubat.
Seluruh
rombongan Kerajaan Pajajaran, termasuk raja dan puterinya tewas. Hayam Wuruk
tidak berkenan atas tindakan Gajah Mada. Sejak peristiwa itu, hubungan keduanya
renggang. Gajah Mada wafat pada tahun 1364 M. Sedangkan Hayam Wuruk wafat
padatahun 1389. Setelah dua tokoh ini wafat, Majapahit mengalami kemunduran.
Majapahit
pada pemerintahan Hayam Wuruk mengalami kejayaannya dan semua itu pun tidak
luput dari jasa patihnya yang sangat kuat dan terkenal dengan sumpah Palapa
yaitu patih Gajah Mada. Wilayah kekuasaan Majapahit pada saat itu meliputi
semua kepulaun Nusantara termasuk Singapura dan sebagian kepualaun Filipina.
Dari semua itu dapat dilihat betapa besarnya wilayah kekuasaan Majapahit dan
sudah dapat ditebak bahwa kekuatan bala tentaranya sangat kuat. Dan pada masa
pemerintahan ini pun ternyata Semboyan
Bhineka tunggal Ika di cetuskan dalam Kitab Kakawin Sutasoma (yang memuat
semboyan Bhinneka Tunggal Ika tan Hana Dharma Mangrwa).
Dan yang sangat menakjubkan lagi
pada saat itu tatanan pemerintah Majapahit sudah tertata dengan sistem yang
rapi. Tidak heran apabila kerajaan majapahit pada masa pemerintahan Raja Hayam
Wuruk ini sangat berjaya. Selain tatanan sistem pemerintahannya yang rapi,
Majapahit pada saat itu sudah mengenal hubungan diplomatik dengan luar negeri,
Seperti, Mitreka Satata, yang secara harafiah berarti "mitra dengan
tatanan (aturan) yang sama". Dengan hal ini telah menunjukkan bahwa Hayam
Wuruk sangat pandai dalam mengatur strategi pemerintahannya.
SUMBER
Drs.R.Soekmono,
pengantar sejarah kebudayaan indonesia 2, yogyakarta : penerbit kanisius,1973,
71
Wikipedia
bahasa Indonesia, “HAYAM WURUK”, pada 20.43, 2 Februari 2014
Khalish
HafidzMAJAPAHIT
MASA PEMERINTAHAN RAJA HAYAM WURUK 1350-1389”,
Minggu, 13 Januari 2013,
google.
Gitsali BeautyfulMajapahit pada masa Pemerintahan Hayam Wuruk (1334-1389)”, BLOGGER
Yoga, “Sejarah Gajah Mada”, Selasa, 06 Agustus 2013, google
Komentar