prasasti pada masa dinasti Syailendra
PRASASTI PADA MASA DINASTI SYAILENDRA
1.
Nama Prasasti
: SOJOMERTO
Lokasi Penemuan :
Desa Sojomerto, Kecamatan Reban
Kabupaten Batang, JAWA-TENGAH
Desa Sojomerto, Kecamatan Reban
Kabupaten Batang, JAWA-TENGAH
Bahan : Batuan Andesit
Ukuran : panjang 43 cm, tebal 7 cm, dan tinggi 78 cm
Era : Kerajaan MATARAM Kuno
Tahun : Diperkirakan abad ke-7 Masehi
Aksara : JAWI (Jawa Kawi) dalam 11 Baris
Bahasa : Melayu Kuno
Ukuran : panjang 43 cm, tebal 7 cm, dan tinggi 78 cm
Era : Kerajaan MATARAM Kuno
Tahun : Diperkirakan abad ke-7 Masehi
Aksara : JAWI (Jawa Kawi) dalam 11 Baris
Bahasa : Melayu Kuno
Isi
dari Prasasti :
Prasasti ini bersifat keagamaan Siwais. Isi prasasti memuat
keluarga dari tokoh utamanya, Dapunta Selendra, yaitu ayahnya bernama Santanu, ibunya
bernama Bhadrawati, sedangkan istrinya bernama Sampula. Prof. Drs. Boechari
berpendapat bahwa tokoh yang bernama Dapunta Selendra adalah cikal-bakal
raja-raja keturunan Wangsa Sailendra yang berkuasa di Kerajaan Mataram Hindu.
Salinan dalam
Bahasa Aslinya :
1. … – ryayon çrî sata …
2. … _ â kotî
3. … namah ççîvaya
4. bhatâra parameçva
5. ra sarvva daiva ku samvah hiya
6. – mih inan –is-ânda dapû
7. nta selendra namah santanû
8. namânda bâpanda bhadravati
9. namanda ayanda sampûla
10. namanda vininda selendra namah
11. mamâgappâsar lempewângih
1. … – ryayon çrî sata …
2. … _ â kotî
3. … namah ççîvaya
4. bhatâra parameçva
5. ra sarvva daiva ku samvah hiya
6. – mih inan –is-ânda dapû
7. nta selendra namah santanû
8. namânda bâpanda bhadravati
9. namanda ayanda sampûla
10. namanda vininda selendra namah
11. mamâgappâsar lempewângih
Terjemahan
kedalam Bahasa Indonesia :
Karena beberapa aksaranya rusak terkikis usia, maka yang disampaikan disini adalah penfsirannya.
Sembah kepada Siwa Bhatara Paramecwara dan semua dewa-dewa
… dari yang mulia Dapunta Selendra
Santanu adalah nama bapaknya, Bhadrawati adalah nama ibunya, Sampula adalah nama istri dari yang mulia Selendra.
Karena beberapa aksaranya rusak terkikis usia, maka yang disampaikan disini adalah penfsirannya.
Sembah kepada Siwa Bhatara Paramecwara dan semua dewa-dewa
… dari yang mulia Dapunta Selendra
Santanu adalah nama bapaknya, Bhadrawati adalah nama ibunya, Sampula adalah nama istri dari yang mulia Selendra.
2.
Nama prasasti : KALASAN
Prasasti Kalasan
berangka tahun 778 M, ditulis dengan aksara Pre-nagari dan berbahasa
Sansekerta. Prasasti ini berbentuk batu empat persegi panjang, dan sekarang
menjadi koleksi Museum Nasional dengan No. Inventaris D.147.
prasasti ini mengisahkan bahwa para guru keluarga raja
(Sailendrawangsatilaka) telah berhasil membujuk Maharaja Dyah Pancapana
Kariyana Panangkarana mendirikan bangunan suci untuk Dewi Tara (Candi Kalasan)
dan sebuah biara untuk para pendeta (Candi Sari) dalam kerajaan keluarga
Sailendra. Kemudian Panangkarana menghadiahkan Desa Kalasan kepada para sanggha
yang dijadikan perdikan untuk keperluan pemeliharaannya.
Isi prasasti :
bait 2: Diijinkan oleh Maharaja Panamkaran permohonan guru
syailendra untuk membangun bangunan suci untuk Tara.
Bait5: Di kerajaan Permata Syailendravamsa yang sedang
berkembang,sebuah bangunan suci Tara telah didirikan oleh guru-guru Syailendra.
Jelas kerajaan Syailendra Jateng bawahan Maharaja Panamkaran.
Kerajaan itu jelas masih kecil, prasasti2 berbahasa Melayu di Jawa sebelum
Panamkaran tidak ada yg mengatakan kerajaan Syailendra. Kerajaan Syailendra
sedang berkembang, karena mendapat angin politik tertariknya Sanjaya kepada
agama Buddha ( prasasti raja sangkhara). Bisa saja to Dharanindra itu raja
Sriwijaya takluk pada Sanjaya lalu dijadikan Senopati, sewaktu Sanjaya tidak
ingin perang, Dharanindra tetap melanjutkan perangnya, lalu macari anaknya
Panamkaran, kerajaan syailendra semakin mendapat angin dan mengklaim status
Medang.
3.
Nama
prasasti : SANGKHARA
Prasasti Raja Sankhara adalah
prasasti yang berasal dari abad ke-8 masehi yang ditemukan di Sragen, Jawa
Tengah. Prasasti ini kini hilang tidak diketahui di mana keberadaannya.
Prasasti ini pernah disimpan oleh museum pribadi, Museum Adam Malik, namun
diduga ketika museum ini ditutup dan bangkrut pada tahun 2005 atau 2006,
koleksi-koleksi museum ini dijual begitu saja.
Dalam prasasti itu disebutkan seorang tokoh bernama Raja
Sankhara berpindah agama karena agama Siwa yang dianut adalah agama yang
ditakuti banyak orang. Raja Sankhara pindah agama ke Buddha karena di situ
disebutkan sebagai agama yang welas asih. Sebelumnya disebutkan ayah Raja
Sankhara, wafat karena sakit selama 8 hari. Karena itulah Sankhara karena takut
akan ‘Sang Guru’ yang tidak benar, kemudian meninggalkan agama Siwa, menjadi
pemeluk agama Buddha Mahayana, dan memindahkan pusat kerajaannya ke arah timur.
Di dalam buku Sejarah Nasional Indonesia disebutkan bahwa raja Sankhara
disamakan dengan Rakai Panangkaran, sedangkan ayah Raja Sankhara yang dalam
prasasti ini tidak disebutkan namanya, disamakan dengan raja Sanjaya.
4.
Nama Prasasti : KELURAK
Prasasti Kelurak merupakan prasasti batu berangka tahun 782
M ditulis dalam huruf Pranagari dan
bahasa Sansekerta. yang ditemukan di dekat Candi Lumbung, Desa Kelurak, di
sebelah utara Kompleks Percandian Prambanan, Jawa Tengah.
Keadaan batu prasasti Kelurak sudah sangat aus, sehingga
isi keseluruhannya kurang diketahui. Secara garis besar, isinya adalah tentang
didirikannya sebuah bangunan suci untuk arca Manjusri atas perintah Raja Indra
yang bergelar Sri Sanggramadhananjaya. Menurut para ahli, yang dimaksud dengan
bangunan tersebut adalah Candi Sewu, yang terletak di Kompleks Percandian
Prambanan. Nama raja Indra tersebut juga ditemukan pada Prasasti Ligor dan
Prasasti Nalanda peninggalan kerajaan Sriwijaya.
5.
Nama prasasti : RATU BOKO
Prasasti ini menyebutkan tentang kekalahan Raja Balaputra Dewa
dalam perang saudara melawan kakaknya Pramodhawardani dan selanjutnya melarikan
diri ke Sriwijaya.
Kraton Ratu Boko ditemukan pertama kali oleh arkeolog
Belanda, HJ De Graaf pada abad ke-17. Pada tahun 1790 Van Boeckholtz menemukan
kembali reruntuhan bangunan kuno tersebut. Penemuannya dipublikasikan sehingga
menarik minat para ilmuwan seperti Makenzie, Junghun, dan Brumun yang melakukan
pencatatan di situs tersebut pada tahun 1814. Pada awal abad ke-20, situs Ratu
Baka diteliti kembali oleh FDK Bosch. Hasil penelitiannya dilaporkan dalam
tulisan berjudul Keraton Van Ratoe Boko. Ketika Mackenzie mengadakan
penelitian, ia menemukan sebuah patung yang menggambarkan seorang laki-laki dan
perempuan berkepala dewa sedang berpeluk-pelukan. Dan di antara tumpukan batu
juga diketemukan sebuah tiang batu bergambar binatang-binatang, seperti gajah,
kuda dan lain-lain.
Di situs Ratu Boko ditemukan sebuah prasasti berangka tahun
792 M yang dinamakan Prasasti Abhayagiriwihara. Isi prasasti
tersebut mendasari dugaan bahwa Kraton Ratu Boko dibangun oleh Rakai
Panangkaran. Prasasti Abhayagiriwihara ditulis menggunakan aksara
pranagari. Dalam prasasti itu disebutkan bahwa Raja Tejapurnama
Panangkarana, yang diperkirakan adalah Rakai Panangkaran, telah memerintahkan
pembangunan Abhayagiriwihara. Nama yang sama juga disebut-sebut dalam Prasasti
Kalasan (779 M), Prasati Mantyasih (907 M), dan Prasasti
Wanua Tengah III (908 M).
Menurut
para pakar, kata abhaya berarti tanpa hagaya atau damai, giri berarti gunung
atau bukit. Dengan demikian, Abhayagiriwihara berarti biara yang dibangin
di sebuah bukit yang penuh kedamaian. Pada pemerintahan Rakai
Walaing Pu Kombayoni, yaitu tahun 898-908, Abhayagiri Wihara berganti nama
menjadi Kraton Walaing.
Kraton
Ratu Boko yang menempati lahan yang cukup luas tersebut terdiri atas beberapa
kelompok bangunan. Sebagian besar di antaranya saat ini hanya berupa
reruntuhan.
Gerbang masuk ke kawasan wisata Ratu Boko terletak di sisi
barat. Kelompok gerbang ini terletak di tempat yang cukup tinggi, sehingga dari
tempat parkir kendaraan, orang harus melalui jalan menanjak sejauh sekitar 100
m. Pintu masuk terdiri atas dua gerbang, yaitu gerbang luar dan gerbang dalam.
Gerbang dalam, yang ukurannya lebih besar merupakan gerbang utama.
Nama Prasasti : ABHAYAGIRI
WIHARA
Prasasti
Abhayagiri Wihara adalah prasasti yang berangka tahun 792 M yang berasal dari
masa Kerajaan Medang Mataram. Prasasti ini menyebutkan seorang tokoh bernama
Tejahpurnapane Panamkarana atau Rakai Panangkaran (746-784 M) yang membangun
suatu kawasan wihara di atas bukit yang dinamakan Abhyagiri Wihara
("wihara di bukit yang bebas dari bahaya"). Rakai Panangkaran
mengundurkan diri sebagai Raja karena menginginkan ketenangan rohani dan
memusatkan pikiran pada masalah keagamaan, salah satunya dengan mendirikan
wihara yang bernama Abhayagiri Wihara pada tahun 792 M.
Prasasti yang ditemukan di kawasan bukit Ratu Boko ini dikaitkan
dengan keberadaan situs Ratu Baka. Rakai Panangkaran menganut agama Buddha
demikian juga bangunan tersebut disebut Abhayagiri Wihara adalah berlatar
belakang agama Buddha, sebagai buktinya adalah adanya Arca Dyani Buddha. Namun
demikian ditemukan pula unsur–unsur agama Hindu di situs Ratu Boko Seperti
adanya Arca Durga, Ganesha dan Yoni.
Tampaknya, kompleks ini kemudian diubah menjadi keraton dilengkapi
benteng pertahanan bagi raja bawahan (vassal) yang bernama Rakai Walaing Pu
Kumbayoni. Menurut prasasti Siwagrha tempat ini disebut sebagai kubu pertahanan
yang terdiri atas tumpukan beratus-ratus batu oleh Balaputra. Bangunan di atas
bukit ini dijadikan kubu pertahanan dalam pertempuran perebutan kekuasaan di
kemudian hari.
Di dalam kompleks Ratu Baka ini terdapat bekas gapura, ruang
Paseban, kolam, Pendopo, Pringgitan, keputren, dan dua ceruk gua untuk
bermeditasi. Tak jauh di sekitar kawasan Ratu Baka juga ditemukan candi Buddha
antara lain candi Banyunibo di kaki bukit sisi Tenggara dan candi Sojiwan di
sisi utaranya.
6.
Nama prasasti : NALANDA (860 M)
Prasasti ini menyebutkan tentang asal-usul Raja Balaputra
Dewa. Disebutkan bahwa Balaputra Dewa adalah putra dari Raja Samarottungga dan
cucu dari Raja Indra (Kerajaan Syailendra di Jawa Tengah).
Prasasti
ini berangka tahun 860, dari penafsiran manuskrip menyebutkan Sri Maharaja di
Suwarnadwipa, Balaputradewa anak Samaragrawira, cucu dari Śailendravamsatilaka
(mustika keluarga Śailendra) dengan julukan Śrīviravairimathana
(pembunuh pahlawan musuh), raja Jawa yang kawin dengan Tārā,
anak Dharmasetu.
Prasasti Nalanda Prasasti itu menyebutkan Raja Balaputra Dewa
sebagai Raja terakhir dari Dinasti Syailendra yang terusir dari Jawa Tengah
akibat kekalahannya melawan Kerajaan Mataram dari Dinasti Sanjaya. Dalam
prasasti itu, Balaputra Dewa meminta kepada Raja Nalanda agar mengakui haknya atas
Kerajaan Syailendra. Di samping itu, prasasti ini juga menyebutkan bahwa Raja
Dewa Paladewa berkenan membebaskan 5 buah desa dari pajak untuk membiayai para
mahasiswa Sriwijaya yang belajar di Nalanda.
7. Nama prasasti : LIGOR
Nama Wisnu terdapat
dalam prasasti Ligor yang ditemukan di Semenanjung Malaya. Prasasti ini berupa
sebongkah batu yang bertuliskan pada kedua sisinya. Sisi pertama disebut
prasasti Ligor A, dikeluarkan oleh raja Kerajaan Sriwijaya yang dipuji bagaikan Indra. Raja tersebut
meresmikan bangunan Trisamaya Caitya pada tahun 775. Dengan kata lain
daerah Ligor pada saat itu merupakan jajahan Sriwijaya.
Sisi yang satu lagi disebut dengan istilah prasasti Ligor B, dikeluarkan
oleh raja dari Wangsa Sailendra yang disebut Wisnu dan
bergelar Sri Maharaja (terjemahan Dr. Chhabra). Sisi yang kedua ini berisi
pujian terhadap raja tersebut sebagai Sarwwarimadawimathana, yang
artinya “pembunuh musuh-musuh perwira”.
Prasasti Ligor merupakan prasasti yang
terdapat di Ligor (sekarang Nakhon Si Thammarat, selatan Thailand). Prasasti
ini merupakan pahatan ditulis pada dua sisi, bagian pertama disebut prasasti
Ligor A atau dikenal juga dengan nama manuskrip Viang Sa sedangkan di bagian
lainnya disebut dengan prasasti Ligor B.
Isi:
Dari manuskrip Ligor A ini berisikan
berita tentang raja Sriwijaya, raja dari segala raja yang ada di dunia, yang
mendirikan Trisamaya caitya untuk Kajara. Sedangkan dari manuskrip Ligor B
berangka tahun 775, berisikan berita tentang nama Visnu yang bergelar Sri
Maharaja, dari keluarga Śailendravamśa serta dijuluki dengan Śesavvārimadavimathana
(pembunuh musuh-musuh yang sombong tidak bersisa).
8.
Nama prasasti : KAYUMWUNGAN/KARANG TENGAH
Prasasti
Kayumwungan adalah sebuah prasasti pada lima buah penggalan batu yang ditemukan
di Dusun Karangtengah, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah, sehingga lebih
dikenal juga dengan nama prasasti Karangtengah. Isi tulisan pada bagian
berbahasa Sanskerta adalah tentang seorang raja bernama Samaratungga. Anaknya
bernama Pramodawardhani mendirikan bangunan suci Jinalaya serta bangunan
bernama Wenuwana (Sansekerta: Venuvana, yang berarti "hutan
bambu") untuk menempatkan abu jenazah 'raja mega', sebutan untuk
Dewa Indra. Mungkin yang dimaksud adalah raja Indra atauDharanindra dari
keluarga Sailendra.
9.
Nama prasasti
: GONDOSULI
Prasasti ini ditemukan di reruntuhan
Candi Gondosuli, di Desa Gondosuli, Kecamatan Bulu, Temanggung, Jawa Tengah.
Yang mengeluarkan adalah anak raja (pangeran) bernama Rakai Rakarayan Patapan
Pu Palar, yang juga adik ipar raja Mataram, Rakai Garung.
Prasasti Gandasuli
terdiri dari dua keping, disebut Gandasuli I (Dang pu Hwang Glis) dan Gandasuli
II (Sanghyang Wintang). Ia ditulis menggunakan bahasa Melayu Kuna dengan
aksara Kawi(Jawa Kuna), berangka tahun 792M. Teks prasasti Gandasuli II terdiri
dari lima baris dan berisi tentang filsafat dan ungkapan kemerdekaan serta
kejayaan Syailendra.
10. Nama
Prasasti : LEIDEN
Prasasti Leiden merupakan manuskrip yang ditulis pada lempengan
tembaga berangka tahun 1005 yang terdiri dari bahasa Sanskerta dan bahasa
Tamil. Prasasti ini dinamakan sesuai dengan tempat berada sekarang yaitu pada
KITLV Leiden, Belanda.
Isi prasasti
So-yam-akhila-kala-kalâpa
pârâvâra-pâradrsv-âsësa-nrpa-cakra-câru-châmïkara-kirïta-kôtigha-
tit-ânekâ-mânikya-marïci-punja-puiïjarïkrta-pâda-pïthô
Râjarâjô Râjakësari-
varmmâ
sva-sâmrajya-varsë ëkavimsatitamë nikhila-dharanï-tilakâyamânë Ksa-
triya-sikhamani-valanâdu-nâmni
mahati janapada-nivahë Pattana-kkurranâmni janapa-
dê-nëka-sura-sadana-satra-prap-ârâm-âbhirâmë
vividha-saudha-râjirâjamânë Nâ-
gïpattanê
nija-mati-vibhava-vijita-Suragurunâ budha-jana-kamala-vanamarïcimâiin- â
rtthi-jana-kalpapâdapëna
Sailendra-vamsa-sambhutëna Srïvisay-âdhipati-
nâ
Katàh-àdhipatyam-àtanvatà Makara-ddhvajën-âdhigata-sakala-râjavidyasya Chulâ-
manivarmmanah
putrëna srï-Mâravijayôttumgavarmmanâ sva-pitur-nnâmnâ nirmâpi tam-adha-
rïkrta -
Kanakagiri-samunnati - vibhavam-atiramanïyan - Culamanivarmmavihâram- adhiva-
satë
Buddhàya tasminn-ëva janapada-nivahë Pattana kkurra-nâmni janapa-
de
karinï-parikramana-vispasta-sïmâ-catustayam-Ânaimamgalâbhi-
dhânarh
grâmam-adât || Itthandëvëna dattasya sva-pitrâ cakravarttinâ grâmasy-âsya ga-
të
tasmin-dëvabhuyam-mahaujasi | Tat-simhlsanam-ârudhas-tat-putrô Madhurântakah ||
sâsanarh
sâsvatan-dhimân kârayitv - àdisa(n) - nrpah Sësô-sesâm-mahim yâva-
d-dhatté-sës-ôrag-ësvarah
sthëyât-tâvad-vihârô-yam vibhavëna sa-
h-âvanau ||
Sô-yam Katâh-âdhipati (r*)-ggunànân-nivâsa-bhumir-mmahita- pra-
bhâvah (*)
âgâminah prârtthayatë narëndrân dharmmam sadëmam-mama rakshat-êti
Isi: Prasasti ini memperlihatkan hubungan antara dinasti Sailendra dari Sriwijaya dengan dinasti Chola dari Tamil, selatan India.
Sumber :
·
Wikipedia bahasa Indonesia
·
candi.pnri.go.id
·
Mawarti
poesponegoro & Nugroho Notosusanto. 1990. Sejarah nasional indonesia jilid
II. Jakarta: Balai Pustaka
·
Satelite.Kerajaan
Hindu Budha Indonesia.Kerajaan Mataram dan Peninggalannya,08 Agustus, 2011: Shvoong
·
Candi. Candi Ratu Boko.Colorlib Powered by WordPress
Komentar
sangat bermanfaat