Urgensi Filsafat Pendidikan Pancasila Dalam Sisitem Pendidikan Nasional (tugas kuliah)
BAB I
PENDAHULUAN
Sistem pendidikan yang dialami sekarang merupakan
hasil perkembangan pendidikan yang tumbuh dalam sejarah pengalaman bangsa di
masa lalu. Pendidikan tidak berdiri sendiri, tapi selalu dipengaruhi oleh
kekuatan-kekuatan politik, sosial, ekonomi dan kebudayaan. Menteri Pengajaran
dan Kebudayaan (PM), mengeluarkan instruksi yang dikenal dengan nama “Sapta Usaha Tama dan Pancawadharna” yang
isinya antara lain bahwa Pancasila merupakan asas Pendidikan nasional.
Pendidikan suatu bangsa akan secara otomatis mengikuti ideology bangsa yang
dianut. Karena system pendidikan nasional Indonesia dijiwai, disadari dan
mencerminkan identitas Pancasila. Sementara cita dan karsa bangsa kita, tujuan
nasional dan hasrat luhur rakyat Indonesia, tersimpul dalam pembukaan UUD 1945
sebagai perwujudan jiwa dan nilai Pancasila. Cita dan karsa ini dilembagakan
dalam system pendidikan nasional yang bertumpu dan dijiwai oleh suatu
keyakinan, dan pandangan hidup Pancasila. Dengan kata lain, sistem Negara
pancasila tercermin dan dilaksanakan didalam berbagai subsistem kehidupan
bangsa dan masyarakat.
BAB II
Urgensi Filsafat
Pendidikan Pancasila Dalam
Sisitem Pendidikan
Nasional
Filsafat pendidikan ialah nilai dan
keyakinan-keyakinan filosofis yang menjiawai dan mendasari dan memberikan
identitas suatu sistem pendidikan nilai-nilai itu bersumber pada pancasila yang
dilaksanakan pada berbagai sistem kehidupan nasional secara keseluruhan.
Fungsi pendidikan ialah membangun
potensi negara, khususnya melesstarikan kebudayaan dan kepribadian bangsa yang
menentukan eksistensi dan martabat bangsa. Pendidikan nasional harus dijiwai
oleh filsafat pendidikan pancasila. Filsafat pendidikan pancasila merupakan
tuntutan nasional. Maka melalui sistem pendidikan pancasila akan terjalin cita
dan karsa nasional dalam membina watak dan kepribadian dan martabat pancasila
dalam subjek pribadi manusia indonesia seutuhnya.
A.
Sistematika Filsafat Pendidikan Pancasila
Sebagai
sistem filsafat, maka filsafat pancasila wajar memiliki pola dasar sistematika
sistem filsafat pada umumnya. Sistematika filsafat itu merupakan bidang utama,
atau karangka dasar filsafat. Dengan kata lain sistematika mencakup ontologi,
epistemologi dan axiologi itu adalah organisasi dan batang tubuh filsafat.[1]
Berdasarkan analisis dan rasional
demikian maka dalam uraian berikut dijelaskan.
1.
Bidang Ontologi
Pancasila
Menurut Mohammad Noor Syam Ontologi sama dengan
bidang filsafat yang menyelidiki jenis dan hakekat ada; ada khusus, ada
individual, ada umum, ada terbatas, ada tidak terbatas, ada universal, ada
mutlak, termasuk kosmologi dan metafisika dan sumber ada (Tuhan), ada sesudah
mati.
Pokok-pokok ontologi Pancasila terutama :
a.
Asas dan sumber
apa (eksisitensi) kesemestaan ialah Tuhan Yang Maha Esa. Ontologi Ketuhanan
yang religius ini bersifat supra-natural dan transcendental, yang dihayati
subjek manusia dengan budi nurani (keyakinan, iman) yang supra-rasional.
Eksistensinya tidak dipengaruhi oleh eksisitensi apapun, sebaliknya merupakan
sumber segala eksisitensi dalam kesemestaan.
b.
Ada alam semesta
(Makro kosmos), sebagai ada tidak terbatas. Alam semesta raya dengan hukum alam
dan sumber dayanya merupakan sumber kehidupan semua makhluk hidup. Alam semesta
merupakan wahana dan sarana utama kehidupan (ingat ; bumi, matahari sebagai
sumber hidup, air, zat asam, tanah subur, dan sebagainya).
c.
Adanya subjek
pribadi manusia, individual, nasional dan umat manusia. Eksistensi manusia sebagai subyek diri
pribadi (mandiri), baik personal maupun nasional mengandung makna merdeka dan
berdaulat. Subjek pribadi manusia juga bermakna menghayati hak dan kewajiban
dalam kesemestaan dan kebersamaan (sosial vertikal universal dengan tuhan yme;
dan sosial horizontal dengan sesama makhluk hidup, terutama sesama manusia).
Ini bersifat utuh dan unik.
d.
Eksistensi tata
budaya, sebagai perwujudan martabat dan potensi manusia yang unggul (makhluk
utama). Adanya kebudayaan, baik sosio-budaya (kebudayaan nasional) maupun
kebudayaan universal adalah perwujudan martabat dan potensi kepribadian manusia.
Eksistensi budaya ini tercermin dalam sistem nilai, sistem kelembagaan hidup
(keluarga, masyarakat, dan negara). Eksistensi budaya merupakan produk antar
hubungan timbal-balik antara potensi internal masusia dengan sumber daya dan
lingkungan hidup, sebagai potensi eksternal.
e.
Eksistensi
subyek manusia mandiri selalu dengan motivasi luhur untuk melaksanakan
potensi-potensi martabatnya (rohani
jasmani) demi keyakinan dan cita-citanya (bermoral luhur dan berprestasi).
Proses teleologis eksistensi manusia berlangsung seumur hidup menurut kemampuan
dan bidang masing-masing. Ini akan
menjamin keharmonisan dan kelesatarian antar eksistensi manusia dengan alam dan
budayanya.
f.
Eksistensi unik
pribadi manusia ialah kemampuannya untuk menyadari eksisitensi diri sendiri,
sesama manusia dan alam. Bahkan eksisitensi hukum alam, hukum moral dan
eksisitensi tuhan, yang semua eksistensi ini membatasi eksistensi unik pribadi
manusia. Eksisitensi unik ini memberikan kesadaran pengertian, kepercayaan,
cita-cita, pengabdian, dan kebijalan. Keunikan eksistensi manusia inilah yang
melahirkan ilmu penegetahuan dan kebudayaan pada umumnya.
g.
Wujud
pengalaman, penghayatan dan jangkauan potensi manusia atas antar hubungan
eksistensi yang fungsional antara realitas alam semesta, subyek manusia, dengan
nilai-nilai sosio-budaya dan eksistensi negara bangsa. Didalam keseluruhan itu
manusia akan merasa menjadi bagian utuh yang tak terpisahkan.
h.
Subyek manusia
dalam eksistensinya sadar bahwa eksistensinya berada dalam kebersamaan sejajar
dan horizontal secara interdependensi yakni dengan sesama manusia. Subyek
manusia walaupun sebagai pribadi mandiri namun asas interdependensi ini tetap
merupakan kodrat eksistensinya, baik secara sosial, ekonomi maupun psikologis. Kesadaran eksistensi demikian memberikan
watak martabat luhur manusia, dalam amal kebajikan dan moral manusia.
i.
Kesadaran
eksistensi manusia sesama manusia di samping adanya kesadaran saling
ketergantungan sosial (simpati dan jasa), ekonomi, pisikologis (cinta) juga
kesadaran kewajiban saling pengertian dan hormat menghormati. Khususnya
kesadaran kewajiban membina keluarga
dengan cinta kasih dan tanggung jawab demi generasi pewaris dan penerus nilai
luhur dan budaya.
2.
Epistemologi
Menurut mohammad Noor
Syam epistemologi samadengan bidang filsafat yang menyelidiki sumber, syarat,
proses terjadinya ilmu pengetahuan, batas, validitas dan hakekat ilmu
pengetahuan. Termasuk dalam epistemologi disebut juga teori ilmu pengetahuan.
Epistemologi dapat
dianggap sebagai norma ilmu pengetahuan.
Jadi, epistemologi menetapkan apakah suatu cabang ilmu dapat layak/tepat atau
memenuhi syarat atau tidak, untuk dianggap sebgai ilmu pengetahuan atau cabang
ilmu pengetahuan.
Prinsip-prinsip epistemologi pancasila terutama :
a.
Pribadi manusia
adalah subyek yang secara potensial dan aktif berkesadaran tahu atas eksistensi
diri (subyek), eksistensi dunia
(lingkungan, obyek); bahkan juga sadar dan tahu bila di suatu ruangan dan waktu
tidak ada apa-apa (kecuali ruang dan waktu itu sendiri). Potensi subyek manusia
yang lengkap, memberikan kemampuan jangkauan yang luas, jauh, tinggi dan
sempurna. Potensi-potensi manusia yang utuh itu meliputi: pancaindera, pikir,
karsa, rasa, cipta, karya dan budi nurani.
b.
Proses
terbentuknya pengetahuan manusia adalah hasil kerjasama atau produk hubungan
fungsional subyek dengan lingkungannya; jadi potensi dasar dengan faktor
kondisi lingkungan yang memadai akan membentuk pengetahuan. Terbentuknya melalui proses usaha sadar
(aktif), menguasai dan mendayagunakan serta mengembangkan secara profesional
berdasarkan kesadaran dan tuntutan lingkungan hidup (misalnya; pembangunan).
Proses ini bersifat kontinue dan kumulatif seumur hidup.
c.
Sumber
pengetahuan sebenarnya adalah alam semesta; baik wujud alam (realitas) maupun
sifat dan hukum yang inherent di dalamnya (hukum alam). Pengertian manusia atas
alam lingkungan hidupnya secara timbal balik dengan potensi kepribadian
manusia, dalam proses kumulatif membentuk sosio budaya dan kebudayaan ataupun
ada peradaban pada umumnya.
d.
Proses
pembentukan pengetahuan melalui lembaga pendidikan (sekolah formal, pendidikan
pada umumnya) secara teknis edukatif lebih sederhana. Perlu dijelaskan bahwa
komunikasi antar guru-murid terutama berfungsi memperjelas bahan-bahan
informasi dna usaha menyamakan persepsi yang ditangkap dari berbagai sumber.
e.
Pengertahuan
manusia, baik jenis maupun tingkatnya dapat dibedakan secara berjenjag sebagai
berikut. (1) tingkat pengetahuan indera, (2) ilmiah, (3) filosofis, (4)
religius. Meskipun jenis dan tingkatan tersebut membedakan sumber,
potensi-potensi yang menangkap masing-masing jenis tingkatan, namun di dalam
pribadi manusia terjadi pengelaman atau kesadaran yang terpadu sebagai
pengetahuan subyek yang bersangkutan.
f.
Ilmu pengetahuan
baik sebagai perbedaharaan dan prestasi manusia individual maupun sebagai karya
dan budaya umat manusia merupakan pula kualitas dan derajat atau martabat
kepribadian dan kemanusiaa, terutama dalam pengalaman atau dayagunanya di dalam
kehidupan.
g.
Kesadaran dan
pengetahuan manusia tentang alam semesta raya dan metafisika adalah dunia
pengetahuan ilmiah dan dunia filosofis bahkan religius secara terpadu.
Kesadaran pengetahuan demikian merupakan potensi unik martabat manusia
sekaligus sebagai perwujudan sitesisi kesadaran/pengetahuan yang komprehensif
kumulatif. Hal ini memberikan wawasan bagaimana manusia memahami
kepribadiannya, baik potensi maupun keterbatasannya
h.
Konstruksi
pengalaman dan pengetahuan manusia keseluruhan ini yang secara hierarchies
mancakup, merupakan pengetahuan yang lebih daripada hanya empiris, rasional dan
religius saja; melainakn keutuhan kesadaraan yang kaya (bervariasi jenis,
bentuk, sifat, dan tingkatannya).
i.
Martabat
kepribadian manusia karena sifat dan potensinya yang unik dan superior, manusia
mampu pula secara kreatif dan imaginatif menjangkau sesuatu yang metafisi jauh
dibalik realitas lingkungan alam dan kehidupan. Subjek manusia dengan potensi
kepribadian mampu memiliki dan mendayagunakan wawasan waktu, dan wawasan ruang
yang tidak terbatas rentangannya.
3.
Axiologi
Pancasila
Bidang Axiologi ialah
bidang yang menyelidiki pengertian, jenis, tingkat, sumber dan hakekat nilai
secara kesemestaan.
Bagi makhluk hidup,
khususnya manusia maka yang bernilai itu sesungguhnya terutama yang merupakan
sarana bagi kehidupan. Alam dan isinya seperti tanah, air, dan udara, bahkan
panas matahari merupakan sumber kehidupan; karenanya merupakan nilai.
Berdasarkan analisis yang komprehensif maka dapat dikemukakan dasar-dasar
axiologi dabgi pancasila, sebagai berikut[2]
:
a.
Bahwa tuhanYme
adalah maha sumber nilai semesta yang menciptakan nilai dalam makna dan wujud:
(1) nilai hukum alam, yang mengikat dan mengatur alam semesta dan isinya secara
obyektif dan mutlak, tanpa terikat ruang dan waktu, bersifat obyektif
universal. (2) nilai hukum moral yang mengikat manusia secara psikologis
spritual, obyektif dan mutlak menurut ruang dan waktu, namun tetap universal.
b.
Subyek manusia
dapat membedakan secara hakiki maha sumber dan sumber nilai dalam perwujudan:
Tuhan Yang Maha Esa dan AgamaNya sebagai maha sumber nilai kemestaan; alam
semesta dengan hukum alamnya sebagai sumber nilai dalam makna sumber kehidupan
kehidupan, sumber keindahan bagi makhluk-makhluk hidup termasuk manusia; Bangsa
dan sosio-budaya; Negara dan system kenegeraan; dan kebudayaan.
c.
Nilai dalam
kesadaran manusia dan dalam realitas alam semesta.
d.
Manusia dengan
potensi martabatnya menduduki fungsi ganda dalam hubungan nilai.
e.
Martabat
kepribadian manusia yang secara potensialitas integritas dari hakekat manusia
sebagai makhluk individu, makhluk sosial dan makhluk susila, adalah subyek
nilai.
f.
Mengingat maha
sumber nilai adalah Tuhan Yang Maha Esa dan subyek manusia dengan potensi
martabatnya yang luhur yakni budi nurani, manusia secara potensial mampu
menghayati dalam makna beriman Kepada Tuhan Yang Maha Esa Menurut agama dan
kepercayaannya masing-masing.
g.
Manusia sebagai
subyek nilai memikul kewajiban dan tanggung jawab atas bagaimana mendayagunakan
nilai, mewariskan dan melestarikan nilai dalam kehidupan kebudayaan dan
kemanusiaan.
h.
Eksistensi
fungsional manusia ialah subyek dan kesadarannya.
i.
Seluruh
kesadaran manusia tentang nilai tercermin dalam kepribadian dan tindakannya,
amal, kebajikannya.
B.
Pancasila Sebagai Sumber Dan Dasar Moral
Makna
konsekuensi Pancasila sebagai sumber dan dasar moral baik formal maupun
fungsional :
1.
Pancasila adalah
dasar negara atau filsafat negara RI
2.
Pancasila adalah
norma dasar dan norma tertinggi di dalam negara RI
3.
Pancasila adalah
ideologi Negara, ideologi Nasional Indonesia
4.
Pancasila adalah
identitas dan karakteristik bangsa Indonesia atau kepribadian Nasional
5.
Pancasila adalah
jiwa dan kepribadian bangsa, pandangan hidup (keyakinan bangsa) yang menjiwai.
Selain itu pancasila sebagai sumber dan dasar moral
adalah :
1.
Filsafat Negara
Pancasila
2.
Asas-asas dan
nilai-nilai dasar ontologis, epistemologis dan axiologis Pancasila
3.
Wawasan nasional
masyarakat dan negara
4.
Wawasan
(nasional) kependidikan, terutama tripusat pendidikan keluarga, sekolah dan
masyarakat; tanggung jawab kependidikan oleh keluarga, masyarakat dan
Negara/pemerintah;
5.
Wawasan Manusia
Pancasila, yang perwujudannya ialah manusia Indonesia seutuhnya (MIS), manusia
berkualitas
MORAL merupakan salah satu cabang dari
ilmu filsafat yang dinamakan aksiologis. Aksiologis ialah ilmu yang
membicarakan tingkah laku atau perbuatan manusia yang dilakukan secara sadar.
Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia yang telah disahkan sebagai
Dasar Negara adalah merupakan kesatuan utuh nilai – nilai budi pekerti atau
moral. Oleh karena itupancasila dapat disebut sebagai moral bangsa Indonesia.
Secara etimologis pancasila berarti lima
asas kewajiban moral. Yang dimaksud dengan moral adalah keseluruhan norma dan
pengertian yang menentukan baik atau buruknya sikap dan perbuatan manusia.
Pancasila merupakan dasar negara dan sekaligus ideologi bangsa, oleh sebab itu
nilai – nilai yang tersurat maupun yang tersirat harus dijadikan landasan dan
tujuan mengelola kehidupan negara, bangsa, maupun masyarakat.
Etika politik pancasila mengamanatkan
bahwa pancasila sebagai nilai – nilai dasar kehidupan bernegara, berbangsa, dan
bermasyarakat harus dijabarkan dalam bentuk perundang – undangan, peraturan
atau ketentuan yang dibuat oleh penguasa. Rumusan pancasila yang otentik dimuat
dalam pembukaan UUD 1945 alinea 4.
C.
Tujuan Pendidikan Pancasila
Rumusan formal konstitusional dalm UUD
45 maupun dalam GBHN dan undang-undang kependidikan lainnya yang berlaku,
adalah tujuan normatif. GBHN 1983 merumuskan tujuan pendidikan nasional kita
sebagai berikut :
“pendidikan
nasional berdasarkan pancasila, bertujuan untuk mrningkatkan ketaqwaan terhadap
tuhan yang maha Esa, kecerdasan dan keterampilan, mempertinggi budi pekerti,
memperkuat kepribadian dan mempertebal semangat kebangsaan dan cinta tanah air,
agar dapat menumbuhkan manusia-manusia pembangunan yang dapat membangun dirinya
sendiri serta bersama-sama bertanggung jawab atas pembangunan bangsa”
Dalam
UU No.2 tahun 1989 tentang sistem pendidikan nasional dijelaskan tujuan
pancasila mengarah perhatian pada moral yang diharapkan terwujud dalam
kehidupan sehari-hari yaitu perilaku yang memancarkan iman dan taqwa terhadap
Tuhan Yang Maha Esa dalam masyarakat yang terdiri dari berbagai golongan agama,
kebudayaan, dan beranekaragaman kepentingan perilaku yang mendukung kerakyatang yang mengutamakan
kepentingan bersama di atas kepentingan perorangan dan golongan sehingga
pemikiran diarahkan pada perilaku yang mendukung upaya mewujudkan keadilan
sosial bagi seluruh rakyat indonesia.
Kompetensi
lulusan pendidikan pancasila adalah seperangkat tindakan intelektual, penuh
tanggung jawab sebagai seorang warga negara dalam memecahkan berbagai masalah
dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang berlandaskan
nilai-nilai pancasila. Sifat intelektual tersebut tercemin pada kemahiran,
ketepatan, dan keberhasilan bertindak, sedangkan sifat penuh tanggung jawab
diperlihatkan sebagai kebenaran tindakan dilihat dari aspek IPTEK, etika
ataupun kepatuhan agama serta budaya.[3]
Keputusan
Direktur Jendral Pendidikan Tinggi No: 38/DIKTI/kep/2002 dalam pasal 3 sub (2)
dijelaskan bahwa tujuan pendidikan pancasila adalah sebagai berikut:
1.
Mengantarkan
mahasiswa memiliki kemampuan untuk mengambil sikap yang bertanggung jawab
sesuai dengan hati nurani.
2.
Mengantarkan
mahasiswa memiliki kemampuan untuk mengambil masalah hidup dan kesejahteraan
serta cara-cara pemecahannya.
3.
Mengantarkan
mahasiswa mampu mengenali perubahan-perubahandan dan perkembangan ilmu
pengetahuan teknologi dan seni.
4.
Mengantarkan
mahasiswa memeiliki kemampuan untuk memaknai peristiwa-peristiwa sejarah dan
nilai-nilai budaya bangsa untuk menggalang persatuan indonesia.
Pada
buku Filsafat Pendidikan karangan Bapak Zelhendri Zen tujuan pendidikan
pancasila ialah:
1.
Merumuskan
formal konstitusi baik dalam UUD negara Ri maupun dalah GBHN dan UU
kependidikan lainnya.
2.
Menjabarkan
konsepsional seperti : lukisan manusia indonesia seutuhnya (MIS) dan pendidikan
seumur hidup
3.
Untuk membentuk
kepribadian pesertadidik umumnya bangsa dan negara secara potensial aktif punya
kesadaran tahu atas eksisitensi diri (subyek).
4.
Menanamkan sikap
dan perilaku dalam kehidupan sehari-hari yang didasarkan kepada nilai-nilai
pancasila.
5.
Mengembangkan
dan melestarikan nilai-nilai luhur pancasila dalam kehidupan sehari-hari serta
membina dan menyadari hubungan antar sesama anggota sekolah dna masyarakat
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
D.
Sistem Pendidikan Nasional Pancasila
1.
Sistem
pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kepada tuhan yang
maha esa serta berakhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang
diatur dnegan undang-undang.
2.
Sistem
pendidikan nasional harus mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan,
peningkatan mutu, serta relevansi dan efisiensi manajemen pendidikan.
3.
UU No 20 Tahun
1989 tentanf sistem pendidikan nasional tidak memadai lagi dan perlu diganti
serta perlu disempurnakan agar sesuai dengan amanat perubahan UUD negara
republik indoensia 1945.
4.
Berdasarkan poin
3 , maka disempurnakan dan diganti dengan
UU nomor 20 tahun 2003. Sistem pendidikan nasional merupakan usaha dan
lembaga yang menjamin pengalaman, pengambangan dan pelestarian pancasila secara
mantap dan berkesinambungan.
Keseluruhan
system (Sumber dan dasar moral filsafat pendidikan, tujuan pendidikan
pancasila, kebudayaan nasional dan kurikulum serta teori pengetahuan)
menampilkan diri dalam perwujudan system pendidikan nasional pancasila yang
wajar dibina dengan dijiwai filsafat pendidikan pancasila. System kependidikan
nasional sebagai kelembagaan nasional pembinaan MIS, dengan kebijaksanaan yang
mantap menjamin pewarisan dan pelestarian system kenegaraan dan budaya
berdasarkan pancasila.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Pokok-pokok pikiran yang mendasar dapat disarikan
terutama :
1.
Bahwa filsafat
pendidikan pancasila adalah tuntutan formal dan fungsional dari keduduakan dan
fungsi dasar negara pancasila sebgai sistem kenegaraan republik indonesia.
2.
Seyogyanya
pelaksanaan sistem kenegaraan pancasila diimbangi secara strategis dengan
meningkatkan pembangungan sistem; in
casu semua subsistem dalam negara kita terutama filsafat ekonomi pancasila dan
filsafat pendidikan pancasila.
3.
Wawasan
kesadaran memiliki, mewarisi dan kebanggaan atas sistem kenegaraan pancasila
sebagai dasar pengamalan dan pelestarian, jaminan utamanya ialah subyek manusia indonesia
seutuhnya (MIS). Subyek MIS ini terbina melalui sistem pendidikan nasional yang
dijiwai oleh filsafat pendidikan pancasila
4.
Secara potensial
dan intrinsik subtansi ajaran pancasila
adalah benar, baik dna unggul, sebagai sistem kenegaraan maupun sebagai sistem
filsafat indonesia yang sederajat dengan sistem filsafat bangsa-bangsa modern.
Motivasi pewarisan dan pelestarian sewajarnya dilandasi dengan kebijaksanaa dan
strategi pembinaan hasanah kepustakaan nasional bidang pancasila.
5.
Pancasila sebagai
jiwa bangsa dan kepribadian nasional yang menjelma dalam uud 1945 secara
yuridis konstitusional wajib dijelmakan didalam jiwa dan kepribadian warga
negara melalui PMP sebagai subyek pengamal. Karenanya pancasila berfungsi pula
sebagai dasar, tujuan, dan isi pokok sistem pendidikan nasional. Prisnsip ini
baru lengkap bila sistem pendidikan nasional pancasila itu dijiwai nilai
pancasila sebagai asas kerohaniannya. Asas kerohanian sisitem pendidikan
nasional ialah filsafat pendidikan, yakni filsafat pendidikan pancasil, yang
menjelma dalam sistem pendidikan nasional pancasila.
[1]
Mohahmad Noor Syam, Filsafat Pendidikan
dan Dasar Filsafat Pendidikan Pancasila, USAHA NASIONAL, Surabaya. 1986,
hlm. 353
[2]
Mohahmad Noor Syam, Filsafat Pendidikan
dan Dasar Filsafat Pendidikan Pancasila, USAHA NASIONAL, Surabaya. 1986,
hlm.367-376
[3]
M. Fachari Adnan, Dkk, pendidikan
pancasila di perguruan tinggi, 2003 UNP Press, hlm. 4-5
Komentar