Urgensi Filsafat Pendidikan Pancasila Dalam Sisitem Pendidikan Nasional (tugas kuliah)

BAB I
PENDAHULUAN

Sistem pendidikan yang dialami sekarang merupakan hasil perkembangan pendidikan yang tumbuh dalam sejarah pengalaman bangsa di masa lalu. Pendidikan tidak berdiri sendiri, tapi selalu dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan politik, sosial, ekonomi dan kebudayaan. Menteri Pengajaran dan Kebudayaan (PM), mengeluarkan instruksi yang dikenal dengan nama  “Sapta Usaha Tama dan Pancawadharna” yang isinya antara lain bahwa Pancasila merupakan asas Pendidikan nasional. Pendidikan suatu bangsa akan secara otomatis mengikuti ideology bangsa yang dianut. Karena system pendidikan nasional Indonesia dijiwai, disadari dan mencerminkan identitas Pancasila. Sementara cita dan karsa bangsa kita, tujuan nasional dan hasrat luhur rakyat Indonesia, tersimpul dalam pembukaan UUD 1945 sebagai perwujudan jiwa dan nilai Pancasila. Cita dan karsa ini dilembagakan dalam system pendidikan nasional yang bertumpu dan dijiwai oleh suatu keyakinan, dan pandangan hidup Pancasila. Dengan kata lain, sistem Negara pancasila tercermin dan dilaksanakan didalam berbagai subsistem kehidupan bangsa dan masyarakat.











BAB II
Urgensi Filsafat Pendidikan Pancasila Dalam
Sisitem Pendidikan Nasional

Filsafat pendidikan ialah nilai dan keyakinan-keyakinan filosofis yang menjiawai dan mendasari dan memberikan identitas suatu sistem pendidikan nilai-nilai itu bersumber pada pancasila yang dilaksanakan pada berbagai sistem kehidupan nasional secara keseluruhan.
Fungsi pendidikan ialah membangun potensi negara, khususnya melesstarikan kebudayaan dan kepribadian bangsa yang menentukan eksistensi dan martabat bangsa. Pendidikan nasional harus dijiwai oleh filsafat pendidikan pancasila. Filsafat pendidikan pancasila merupakan tuntutan nasional. Maka melalui sistem pendidikan pancasila akan terjalin cita dan karsa nasional dalam membina watak dan kepribadian dan martabat pancasila dalam subjek pribadi manusia indonesia seutuhnya.
A.    Sistematika Filsafat Pendidikan Pancasila
Sebagai sistem filsafat, maka filsafat pancasila wajar memiliki pola dasar sistematika sistem filsafat pada umumnya. Sistematika filsafat itu merupakan bidang utama, atau karangka dasar filsafat. Dengan kata lain sistematika mencakup ontologi, epistemologi dan axiologi itu adalah organisasi dan batang tubuh filsafat.[1]
Berdasarkan analisis dan rasional demikian maka dalam uraian berikut dijelaskan.
1.      Bidang Ontologi Pancasila
Menurut Mohammad Noor Syam Ontologi sama dengan bidang filsafat yang menyelidiki jenis dan hakekat ada; ada khusus, ada individual, ada umum, ada terbatas, ada tidak terbatas, ada universal, ada mutlak, termasuk kosmologi dan metafisika dan sumber ada (Tuhan), ada sesudah mati.
Pokok-pokok ontologi Pancasila terutama :

a.       Asas dan sumber apa (eksisitensi) kesemestaan ialah Tuhan Yang Maha Esa. Ontologi Ketuhanan yang religius ini bersifat supra-natural dan transcendental, yang dihayati subjek manusia dengan budi nurani (keyakinan, iman) yang supra-rasional. Eksistensinya tidak dipengaruhi oleh eksisitensi apapun, sebaliknya merupakan sumber segala eksisitensi dalam kesemestaan.

b.      Ada alam semesta (Makro kosmos), sebagai ada tidak terbatas. Alam semesta raya dengan hukum alam dan sumber dayanya merupakan sumber kehidupan semua makhluk hidup. Alam semesta merupakan wahana dan sarana utama kehidupan (ingat ; bumi, matahari sebagai sumber hidup, air, zat asam, tanah subur, dan sebagainya).

c.       Adanya subjek pribadi manusia, individual, nasional dan umat manusia.  Eksistensi manusia sebagai subyek diri pribadi (mandiri), baik personal maupun nasional mengandung makna merdeka dan berdaulat. Subjek pribadi manusia juga bermakna menghayati hak dan kewajiban dalam kesemestaan dan kebersamaan (sosial vertikal universal dengan tuhan yme; dan sosial horizontal dengan sesama makhluk hidup, terutama sesama manusia). Ini bersifat utuh dan unik.

d.      Eksistensi tata budaya, sebagai perwujudan martabat dan potensi manusia yang unggul (makhluk utama). Adanya kebudayaan, baik sosio-budaya (kebudayaan nasional) maupun kebudayaan universal adalah perwujudan martabat dan potensi kepribadian manusia. Eksistensi budaya ini tercermin dalam sistem nilai, sistem kelembagaan hidup (keluarga, masyarakat, dan negara). Eksistensi budaya merupakan produk antar hubungan timbal-balik antara potensi internal masusia dengan sumber daya dan lingkungan hidup, sebagai potensi eksternal.

e.       Eksistensi subyek manusia mandiri selalu dengan motivasi luhur untuk melaksanakan potensi-potensi martabatnya  (rohani jasmani) demi keyakinan dan cita-citanya (bermoral luhur dan berprestasi). Proses teleologis eksistensi manusia berlangsung seumur hidup menurut kemampuan dan bidang  masing-masing. Ini akan menjamin keharmonisan dan kelesatarian antar eksistensi manusia dengan alam dan budayanya.

f.       Eksistensi unik pribadi manusia ialah kemampuannya untuk menyadari eksisitensi diri sendiri, sesama manusia dan alam. Bahkan eksisitensi hukum alam, hukum moral dan eksisitensi tuhan, yang semua eksistensi ini membatasi eksistensi unik pribadi manusia. Eksisitensi unik ini memberikan kesadaran pengertian, kepercayaan, cita-cita, pengabdian, dan kebijalan. Keunikan eksistensi manusia inilah yang melahirkan ilmu penegetahuan dan kebudayaan pada umumnya.

g.      Wujud pengalaman, penghayatan dan jangkauan potensi manusia atas antar hubungan eksistensi yang fungsional antara realitas alam semesta, subyek manusia, dengan nilai-nilai sosio-budaya dan eksistensi negara bangsa. Didalam keseluruhan itu manusia akan merasa menjadi bagian utuh yang tak terpisahkan.

h.      Subyek manusia dalam eksistensinya sadar bahwa eksistensinya berada dalam kebersamaan sejajar dan horizontal secara interdependensi yakni dengan sesama manusia. Subyek manusia walaupun sebagai pribadi mandiri namun asas interdependensi ini tetap merupakan kodrat eksistensinya, baik secara sosial, ekonomi maupun psikologis.  Kesadaran eksistensi demikian memberikan watak martabat luhur manusia, dalam amal kebajikan dan moral manusia.

i.        Kesadaran eksistensi manusia sesama manusia di samping adanya kesadaran saling ketergantungan sosial (simpati dan jasa), ekonomi, pisikologis (cinta) juga kesadaran kewajiban saling pengertian dan hormat menghormati. Khususnya kesadaran kewajiban membina  keluarga dengan cinta kasih dan tanggung jawab demi generasi pewaris dan penerus nilai luhur dan budaya.

2.      Epistemologi
Menurut mohammad Noor Syam epistemologi samadengan bidang filsafat yang menyelidiki sumber, syarat, proses terjadinya ilmu pengetahuan, batas, validitas dan hakekat ilmu pengetahuan. Termasuk dalam epistemologi disebut juga teori ilmu pengetahuan.
Epistemologi dapat dianggap  sebagai norma ilmu pengetahuan. Jadi, epistemologi menetapkan apakah suatu cabang ilmu dapat layak/tepat atau memenuhi syarat atau tidak, untuk dianggap sebgai ilmu pengetahuan atau cabang ilmu pengetahuan.



Prinsip-prinsip epistemologi pancasila terutama :
a.       Pribadi manusia adalah subyek yang secara potensial dan aktif berkesadaran tahu atas eksistensi diri  (subyek), eksistensi dunia (lingkungan, obyek); bahkan juga sadar dan tahu bila di suatu ruangan dan waktu tidak ada apa-apa (kecuali ruang dan waktu itu sendiri). Potensi subyek manusia yang lengkap, memberikan kemampuan jangkauan yang luas, jauh, tinggi dan sempurna. Potensi-potensi manusia yang utuh itu meliputi: pancaindera, pikir, karsa, rasa, cipta, karya dan budi nurani.

b.      Proses terbentuknya pengetahuan manusia adalah hasil kerjasama atau produk hubungan fungsional subyek dengan lingkungannya; jadi potensi dasar dengan faktor kondisi lingkungan yang memadai akan membentuk pengetahuan.  Terbentuknya melalui proses usaha sadar (aktif), menguasai dan mendayagunakan serta mengembangkan secara profesional berdasarkan kesadaran dan tuntutan lingkungan hidup (misalnya; pembangunan). Proses ini bersifat kontinue dan kumulatif seumur hidup.

c.       Sumber pengetahuan sebenarnya adalah alam semesta; baik wujud alam (realitas) maupun sifat dan hukum yang inherent di dalamnya (hukum alam). Pengertian manusia atas alam lingkungan hidupnya secara timbal balik dengan potensi kepribadian manusia, dalam proses kumulatif membentuk sosio budaya dan kebudayaan ataupun ada peradaban pada umumnya.

d.      Proses pembentukan pengetahuan melalui lembaga pendidikan (sekolah formal, pendidikan pada umumnya) secara teknis edukatif lebih sederhana. Perlu dijelaskan bahwa komunikasi antar guru-murid terutama berfungsi memperjelas bahan-bahan informasi dna usaha menyamakan persepsi yang ditangkap dari berbagai sumber.

e.       Pengertahuan manusia, baik jenis maupun tingkatnya dapat dibedakan secara berjenjag sebagai berikut. (1) tingkat pengetahuan indera, (2) ilmiah, (3) filosofis, (4) religius. Meskipun jenis dan tingkatan tersebut membedakan sumber, potensi-potensi yang menangkap masing-masing jenis tingkatan, namun di dalam pribadi manusia terjadi pengelaman atau kesadaran yang terpadu sebagai pengetahuan subyek yang bersangkutan.

f.       Ilmu pengetahuan baik sebagai perbedaharaan dan prestasi manusia individual maupun sebagai karya dan budaya umat manusia merupakan pula kualitas dan derajat atau martabat kepribadian dan kemanusiaa, terutama dalam pengalaman atau dayagunanya di dalam kehidupan.

g.      Kesadaran dan pengetahuan manusia tentang alam semesta raya dan metafisika adalah dunia pengetahuan ilmiah dan dunia filosofis bahkan religius secara terpadu. Kesadaran pengetahuan demikian merupakan potensi unik martabat manusia sekaligus sebagai perwujudan sitesisi kesadaran/pengetahuan yang komprehensif kumulatif. Hal ini memberikan wawasan bagaimana manusia memahami kepribadiannya, baik potensi maupun keterbatasannya

h.      Konstruksi pengalaman dan pengetahuan manusia keseluruhan ini yang secara hierarchies mancakup, merupakan pengetahuan yang lebih daripada hanya empiris, rasional dan religius saja; melainakn keutuhan kesadaraan yang kaya (bervariasi jenis, bentuk, sifat, dan tingkatannya).

i.        Martabat kepribadian manusia karena sifat dan potensinya yang unik dan superior, manusia mampu pula secara kreatif dan imaginatif menjangkau sesuatu yang metafisi jauh dibalik realitas lingkungan alam dan kehidupan. Subjek manusia dengan potensi kepribadian mampu memiliki dan mendayagunakan wawasan waktu, dan wawasan ruang yang tidak terbatas rentangannya.

3.      Axiologi Pancasila
Bidang Axiologi ialah bidang yang menyelidiki pengertian, jenis, tingkat, sumber dan hakekat nilai secara kesemestaan.
Bagi makhluk hidup, khususnya manusia maka yang bernilai itu sesungguhnya terutama yang merupakan sarana bagi kehidupan. Alam dan isinya seperti tanah, air, dan udara, bahkan panas matahari merupakan sumber kehidupan; karenanya merupakan nilai. Berdasarkan analisis yang komprehensif maka dapat dikemukakan dasar-dasar axiologi dabgi pancasila, sebagai berikut[2] :
a.       Bahwa tuhanYme adalah maha sumber nilai semesta yang menciptakan nilai dalam makna dan wujud: (1) nilai hukum alam, yang mengikat dan mengatur alam semesta dan isinya secara obyektif dan mutlak, tanpa terikat ruang dan waktu, bersifat obyektif universal. (2) nilai hukum moral yang mengikat manusia secara psikologis spritual, obyektif dan mutlak menurut ruang dan waktu, namun tetap universal.

b.      Subyek manusia dapat membedakan secara hakiki maha sumber dan sumber nilai dalam perwujudan: Tuhan Yang Maha Esa dan AgamaNya sebagai maha sumber nilai kemestaan; alam semesta dengan hukum alamnya sebagai sumber nilai dalam makna sumber kehidupan kehidupan, sumber keindahan bagi makhluk-makhluk hidup termasuk manusia; Bangsa dan sosio-budaya; Negara dan system kenegeraan; dan kebudayaan.

c.       Nilai dalam kesadaran manusia dan dalam realitas alam semesta.

d.      Manusia dengan potensi martabatnya menduduki fungsi ganda dalam hubungan nilai.

e.       Martabat kepribadian manusia yang secara potensialitas integritas dari hakekat manusia sebagai makhluk individu, makhluk sosial dan makhluk susila, adalah subyek nilai.

f.       Mengingat maha sumber nilai adalah Tuhan Yang Maha Esa dan subyek manusia dengan potensi martabatnya yang luhur yakni budi nurani, manusia secara potensial mampu menghayati dalam makna beriman Kepada Tuhan Yang Maha Esa Menurut agama dan kepercayaannya masing-masing.

g.      Manusia sebagai subyek nilai memikul kewajiban dan tanggung jawab atas bagaimana mendayagunakan nilai, mewariskan dan melestarikan nilai dalam kehidupan kebudayaan dan kemanusiaan.

h.      Eksistensi fungsional manusia ialah subyek dan kesadarannya.

i.        Seluruh kesadaran manusia tentang nilai tercermin dalam kepribadian dan tindakannya, amal, kebajikannya.


B.     Pancasila Sebagai Sumber Dan Dasar Moral

Makna konsekuensi Pancasila sebagai sumber dan dasar moral baik formal maupun fungsional :
1.      Pancasila adalah dasar negara atau filsafat negara RI
2.      Pancasila adalah norma dasar dan norma tertinggi di dalam negara RI
3.      Pancasila adalah ideologi Negara, ideologi Nasional Indonesia
4.      Pancasila adalah identitas dan karakteristik bangsa Indonesia atau kepribadian Nasional
5.      Pancasila adalah jiwa dan kepribadian bangsa, pandangan hidup (keyakinan bangsa) yang menjiwai.

Selain itu  pancasila sebagai sumber dan dasar moral adalah :

1.      Filsafat Negara Pancasila
2.      Asas-asas dan nilai-nilai dasar ontologis, epistemologis dan axiologis Pancasila
3.      Wawasan nasional masyarakat dan negara
4.      Wawasan (nasional) kependidikan, terutama tripusat pendidikan keluarga, sekolah dan masyarakat; tanggung jawab kependidikan oleh keluarga, masyarakat dan Negara/pemerintah;
5.      Wawasan Manusia Pancasila, yang perwujudannya ialah manusia Indonesia seutuhnya (MIS), manusia berkualitas
MORAL merupakan salah satu cabang dari ilmu filsafat yang dinamakan aksiologis. Aksiologis ialah ilmu yang membicarakan tingkah laku atau perbuatan manusia yang dilakukan secara sadar. Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia yang telah disahkan sebagai Dasar Negara adalah merupakan kesatuan utuh nilai – nilai budi pekerti atau moral. Oleh karena itupancasila dapat disebut sebagai moral bangsa Indonesia.
Secara etimologis pancasila berarti lima asas kewajiban moral. Yang dimaksud dengan moral adalah keseluruhan norma dan pengertian yang menentukan baik atau buruknya sikap dan perbuatan manusia. Pancasila merupakan dasar negara dan sekaligus ideologi bangsa, oleh sebab itu nilai – nilai yang tersurat maupun yang tersirat harus dijadikan landasan dan tujuan mengelola kehidupan negara, bangsa, maupun masyarakat.
Etika politik pancasila mengamanatkan bahwa pancasila sebagai nilai – nilai dasar kehidupan bernegara, berbangsa, dan bermasyarakat harus dijabarkan dalam bentuk perundang – undangan, peraturan atau ketentuan yang dibuat oleh penguasa. Rumusan pancasila yang otentik dimuat dalam pembukaan UUD 1945 alinea 4.

C.    Tujuan Pendidikan Pancasila
Rumusan formal konstitusional dalm UUD 45 maupun dalam GBHN dan undang-undang kependidikan lainnya yang berlaku, adalah tujuan normatif. GBHN 1983 merumuskan tujuan pendidikan nasional kita sebagai berikut :
“pendidikan nasional berdasarkan pancasila, bertujuan untuk mrningkatkan ketaqwaan terhadap tuhan yang maha Esa, kecerdasan dan keterampilan, mempertinggi budi pekerti, memperkuat kepribadian dan mempertebal semangat kebangsaan dan cinta tanah air, agar dapat menumbuhkan manusia-manusia pembangunan yang dapat membangun dirinya sendiri serta bersama-sama bertanggung jawab atas pembangunan bangsa”
            Dalam UU No.2 tahun 1989 tentang sistem pendidikan nasional dijelaskan tujuan pancasila mengarah perhatian pada moral yang diharapkan terwujud dalam kehidupan sehari-hari yaitu perilaku yang memancarkan iman dan taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dalam masyarakat yang terdiri dari berbagai golongan agama, kebudayaan, dan beranekaragaman kepentingan perilaku  yang mendukung kerakyatang yang mengutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan perorangan dan golongan sehingga pemikiran diarahkan pada perilaku yang mendukung upaya mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia.
            Kompetensi lulusan pendidikan pancasila adalah seperangkat tindakan intelektual, penuh tanggung jawab sebagai seorang warga negara dalam memecahkan berbagai masalah dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang berlandaskan nilai-nilai pancasila. Sifat intelektual tersebut tercemin pada kemahiran, ketepatan, dan keberhasilan bertindak, sedangkan sifat penuh tanggung jawab diperlihatkan sebagai kebenaran tindakan dilihat dari aspek IPTEK, etika ataupun kepatuhan agama serta budaya.[3]
            Keputusan Direktur Jendral Pendidikan Tinggi No: 38/DIKTI/kep/2002 dalam pasal 3 sub (2) dijelaskan bahwa tujuan pendidikan pancasila adalah sebagai berikut:
1.      Mengantarkan mahasiswa memiliki kemampuan untuk mengambil sikap yang bertanggung jawab sesuai dengan hati nurani.
2.      Mengantarkan mahasiswa memiliki kemampuan untuk mengambil masalah hidup dan kesejahteraan serta cara-cara pemecahannya.
3.      Mengantarkan mahasiswa mampu mengenali perubahan-perubahandan dan perkembangan ilmu pengetahuan teknologi dan seni.
4.      Mengantarkan mahasiswa memeiliki kemampuan untuk memaknai peristiwa-peristiwa sejarah dan nilai-nilai budaya bangsa untuk menggalang persatuan indonesia.

Pada buku Filsafat Pendidikan karangan Bapak Zelhendri Zen tujuan pendidikan pancasila ialah:
1.                           Merumuskan formal konstitusi baik dalam UUD negara Ri maupun dalah GBHN dan UU kependidikan lainnya.
2.                           Menjabarkan konsepsional seperti : lukisan manusia indonesia seutuhnya (MIS) dan pendidikan seumur hidup
3.                           Untuk membentuk kepribadian pesertadidik umumnya bangsa dan negara secara potensial aktif punya kesadaran tahu atas eksisitensi diri (subyek).
4.                           Menanamkan sikap dan perilaku dalam kehidupan sehari-hari yang didasarkan kepada nilai-nilai pancasila.
5.                           Mengembangkan dan melestarikan nilai-nilai luhur pancasila dalam kehidupan sehari-hari serta membina dan menyadari hubungan antar sesama anggota sekolah dna masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.



D.    Sistem Pendidikan Nasional Pancasila
1.      Sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kepada tuhan yang maha esa serta berakhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dnegan undang-undang.
2.      Sistem pendidikan nasional harus mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu, serta relevansi dan efisiensi manajemen pendidikan.
3.      UU No 20 Tahun 1989 tentanf sistem pendidikan nasional tidak memadai lagi dan perlu diganti serta perlu disempurnakan agar sesuai dengan amanat perubahan UUD negara republik indoensia 1945.
4.      Berdasarkan poin 3 , maka disempurnakan dan diganti dengan  UU nomor 20 tahun 2003. Sistem pendidikan nasional merupakan usaha dan lembaga yang menjamin pengalaman, pengambangan dan pelestarian pancasila secara mantap dan berkesinambungan.

Keseluruhan system (Sumber dan dasar moral filsafat pendidikan, tujuan pendidikan pancasila, kebudayaan nasional dan kurikulum serta teori pengetahuan) menampilkan diri dalam perwujudan system pendidikan nasional pancasila yang wajar dibina dengan dijiwai filsafat pendidikan pancasila. System kependidikan nasional sebagai kelembagaan nasional pembinaan MIS, dengan kebijaksanaan yang mantap menjamin pewarisan dan pelestarian system kenegaraan dan budaya berdasarkan pancasila.














BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Pokok-pokok pikiran yang mendasar dapat disarikan terutama :
1.      Bahwa filsafat pendidikan pancasila adalah tuntutan formal dan fungsional dari keduduakan dan fungsi dasar negara pancasila sebgai sistem kenegaraan republik indonesia.
2.      Seyogyanya pelaksanaan sistem kenegaraan pancasila diimbangi secara strategis dengan meningkatkan pembangungan sistem;  in casu semua subsistem dalam negara kita terutama filsafat ekonomi pancasila dan filsafat pendidikan pancasila.
3.      Wawasan kesadaran memiliki, mewarisi dan kebanggaan atas sistem kenegaraan pancasila sebagai dasar pengamalan dan pelestarian, jaminan  utamanya ialah subyek manusia indonesia seutuhnya (MIS). Subyek MIS ini terbina melalui sistem pendidikan nasional yang dijiwai oleh filsafat pendidikan pancasila
4.      Secara potensial dan intrinsik  subtansi ajaran pancasila adalah benar, baik dna unggul, sebagai sistem kenegaraan maupun sebagai sistem filsafat indonesia yang sederajat dengan sistem filsafat bangsa-bangsa modern. Motivasi pewarisan dan pelestarian sewajarnya dilandasi dengan kebijaksanaa dan strategi pembinaan hasanah kepustakaan nasional bidang pancasila.
5.      Pancasila sebagai jiwa bangsa dan kepribadian nasional yang menjelma dalam uud 1945 secara yuridis konstitusional wajib dijelmakan didalam jiwa dan kepribadian warga negara melalui PMP sebagai subyek pengamal. Karenanya pancasila berfungsi pula sebagai dasar, tujuan, dan isi pokok sistem pendidikan nasional. Prisnsip ini baru lengkap bila sistem pendidikan nasional pancasila itu dijiwai nilai pancasila sebagai asas kerohaniannya. Asas kerohanian sisitem pendidikan nasional ialah filsafat pendidikan, yakni filsafat pendidikan pancasil, yang menjelma dalam sistem pendidikan nasional pancasila.



[1] Mohahmad Noor Syam, Filsafat Pendidikan dan Dasar Filsafat Pendidikan Pancasila, USAHA NASIONAL, Surabaya. 1986, hlm. 353
[2] Mohahmad Noor Syam, Filsafat Pendidikan dan Dasar Filsafat Pendidikan Pancasila, USAHA NASIONAL, Surabaya. 1986, hlm.367-376
[3] M. Fachari Adnan, Dkk, pendidikan pancasila di perguruan tinggi, 2003 UNP Press, hlm. 4-5

Komentar

Postingan populer dari blog ini

EKSPANSI KOLONIAL KELUAR JAWA (1850-1870)

makalah ilmu bebas nilai (filsafat ilmu)