BUDI UTOMO

BAB I

PENDAHULUAN
A.    Latar belakang
Tiga dasawarsa pertama abad XX tidak hanya menjadi saksi penentuan wilayah indonesia baru dan suatu penentuan kebijakan penjajahan yang baru. Masalah yang ada juga mengalami perubahan yang begitu besar, dalam masalah politik, budaya, dan agama, rakyat Indonesia menempuh jalan baru. Perkembangan pokok pada masa ini adalah munculnya ide-ide baru mengenai organisasi serta dikenalnya definisi baru dna lebih canggih tentang identitas. Ide baru tentang organisasi meliputi bentuk-bentuk kepemimpinan yang baru, sedangkan definisi baru tentang identitas meliputi analisis yang lebih mendalam tentang lingkungan agama, sosial, politik, dan ekonomi. Para pemimpin yang baru terlibat dalam pertentangan yang sengit satu sama lain, sedangkan kesadaran diri yang semakin besar telah memecah belah kepemimpinan ini menurut garis-garis agama dan ideologi. Pihak benlanda mulai menjalankan tingkat penindasan baru untuk menanggapi perkembangan-perkembangan tersebut.
Kalangan priyai jawa yang baru, pejabat-pejabat yang maju dan yang memandang pendidikan sebagai kunci menuju kemajuan, adalah kelompok pertama yang mengambil prakarsa. Kelompok ini mewakili suatu aliran sosial dan budaya yang penting di Indonesia pada abad XX. Mereka terutama adalah abangan yang keislamanya jarang dari pada sekedar komitmen formal dan nominal saja. Gagasan pembebasan bangsa indonesia lewat pendidikan kaum priyayi didorong sejak awal oleh jurnal “Bintang hindia”, diterbitkan pertama kali di Belanda pada tahun 1902. Dr. Wahidin Soedirohoesodo adalah inspirator bagi pembentukan organisasi modern pertama untuk kalangan priyai Jawa. Ia juga lulusan  sekolah dokter-jawa dan bekerja sebagai dokter pemerintah jogyakarta sampai tahun 1899. Pada tahun 1907 wahidin berkunjung ke STOVIA. Pada bulan mei 1908, diselenggarakan suatu pertemuan yang akan melahirkan “Budi Utomo”.





BAB II
BUDI UTOMO

A.    Awal kelahiran budi utomo
Seorang dokter di Yogyakarta  dan termasuk golongan Priyayi rendahan, dalam tahun 1906 dan 1907 mulai mengadakan kampanye di kalangan priyayi di pulau Jawa, ia adalah Dr. Wahidin Sudirihusodo. Dalam perjalanan kampanye itu pada akhir tahun 1907, Dr. Wahidin bertemu dengan Sutomo, pelajar STOVIA (School tot Opleiding van Inlandsche Artsen) di Kwitang, Jakarta. Pertemuan yang membincangkan nasib rakyat itu ternyata berpengaruh besar pada diri pemuda Sutomo. Cita-cita itu meningkatkan kedudukan martabat rakyat itu sebenarnya juga sudah ada pada diri pelajar STOVIA. Karena itu kampanye wahidin makin mendorong dan memperbesar cita-cita tersebut.[1]
Sutomo membicarakan maksud kampanye dr. Wahidin dengan teman-temannya di STOVIA. Namun sedikit ada perubahan dari cita-cita Wahidin tersebut, tujuan semula mendirikan suatu “Dana Belajar” diperluas jangkauannya. Begitulah pada hari rabu tanggal 20 Mai 1908 di Jakarta pelajar-pelajar tersebut di gedung STOVIA mendirikan organisasi yang diberi nama Budi Utomo, dan Sutomo ditunjuk sebagai ketua.
Budi Utomo pada dasarnya tetap merupkan suatu organisasi priyai jawa. Secara resmi organisasi ini menetapkan bahwa bidang perhatiannya meliputi penduduk jawa dan madura. Bahasa melayu resmi sebagai bahasa yang dipilih Budi Utomo. Namun demikian, kalangan priyai jawa sampai tingkat yang juah lebih kecil sundalah yang menjadi pendukung inti Budi Utomo. [2]
Budi Utomo (ejaan Soewandi: Boedi Oetomo) adalah sebuah organisasi pemuda yang didirikan oleh Dr. Sutomo pada tanggal 20 Mei 1908. Berdirinya organisasi Budi Utomo menjadi awal gerkan sosial yang bertujuan mencapai kemerdekaan Indonesia walaupun pada saat itu organisasi ini awalnya hanya ditujukan bagi golongan berpendidikan Jawa.
Dalam pembentukan Budi Utomo ini, selain dari cita-cita Dr. Wahidin Sudirohoesodo ada beberapa hal yang melatar belakangi berdirinya organisasi ini, antara lain:
1.      Keadaan masyarakat Indonesia yang semakin memburuk baik sosial maupun ekonomi akibat dari kebijakan Belanda yang meruntuhkan harkat dan martabat bangsa.
2.      Sebagai wadah bagi para pemuda untuk menyampaikan aspirasi serta keinginan untuk menyaingi organasasi lainnya seperti : Tiong Hoa Hwee Koan, Indische Bond.
3.      Menyatukan seluruh tenaga dan pikiran seluruh pemuda masyarakat Jawa, Sunda dan Madura.

Kelahiran Budi Utomo kemudian diikuti oleh organisasi lain dan saat itulah perubahan sosial politik indonesia dimulai. Program utama dari Budi Utomo adalah mengusahakan perbaikan pendidikan dan pengajaran. Programnya lebih bersifat sosial disebabkan saat itu belum dimungkinkan didirikannya organisasi politik karena adanya aturan  yang ketat dari pihak pemerintah Hindia Belanda. Disamping itu, pemerintah Hindia Belanda sedang melaksanakan program edukasi dari politik ethis sehingga terdapat kesesuaian kedua program.
Pada tanggal 5 Oktober 1908, Budi Utomo mengadakan konggresnya yang pertama di Yogyakarta. Konggres ini berhasil menetapkan tujuan organisasi yaitu ; Kemajuan yang harmonis antara bangsa dan negara, terutama dalam memajukan pengajaran, pertanian, peternakan dan dagang, tehnik, industri serta kebudayaan. Sebagai ketua Pengurus Besar yang pertama terpilih R.T Tirtokusumo, Bupati Karanganyar sedangkan anggota-anggota Pengurus Besar pada umumnya pegawai pemerintahan atau mantan pegawai pemerintahan dengan pusat organisasi berada di Yogyakarta. Pengurus hasil konggres ini merupakan dewan pimpinan yang didominasi oleh para pejabat generasi tua yang mendukung pendidikan yang semakin luas dikalangan priyayi dan mendorong pengusaha Jawa.
Didukung oleh lingkungan tempat gerakan itni dicetuskan, muncul orang-orang yang lebih tua dan relatif konservatif sebagai pemimpin-pemimpin pertama organisasi tersebut, semuanya berasal dari eselon tertinggi bangsa Jawa. Kebijakan mula-mula dari organisasi ini adalah “kaum muda seharusnya tetap menjadi motor yang mendorongke arah kemajuan; kaum tua menjadi pengemudi yang dengan keahliannya mengemudi, tahu sekali bagaimana menghindari batu-batu karang berbahaya agar kapal bisa selamat sampai pelabuhan”.[3]




B.     Perkembangan organisasi Budi Utomo
Realisasi dari keinginan Budi Utamo adalah memajukan pengajaran bagi orang Jawa agar mendapat kemajuan dan untuk membangkitkan kembali kultur Jawa. Jadi ada usaha mengkombinasikan antara tradisi, kultur, dan edukasi barat.
Hingga pada kongres pertama (Oktober 1908) terdapat 8 cabang Budi Utomi yang awalnya geraknya terbatas pada penduduk pulau jawa dan Madura kemudian meluas untuk penduduk Hindia Belanda yaitu Jakarta, Bogor, Bandung, Yogya I, Yogya II, magelang, Surabaya dan Probolinggo. Setelah cita-cita Budi Utomo mendapatkan dukungan makin meluas dikalangan Cendikiawan Jawa, dan pelajar-pelajar tersebut menyingkir pada barisan depan, berkeinginan agar generasi yang lebih tua memegang peran bagi pergerakan itu. Ada sedikit perdebatan yang panjang tentang corak Budi Utomo, maka pengurus besar memutuskan membatasi jangkauan geraknya yang hanya bidang pendidikan dan budaya tidak lagi mengarah kebidang politik. [4]
Setelah dua pimpinannya yang berbeda pendapat dengan anggota pengurus besar, yaitu Surjodiputro dan Tjipto Mangunkusumo yang akhirnya bergabung dengan Indische Partij yang radikal, berhenti dari badan pengurus sebelum kongres yang kedua, pengurus besar budi utomo menjadi lebih seragam. Setelah persetujuan yang diberikan pemerintah kepada budi utomo sebagai badan hukum, diharapkan organisasi ini akan melancarkan aktitas secara luas. Namun, budi utomo menjadi lamban, sebagian disebabkan kesulitan keuangan, selain itu para bupati telah mendirikan organisasi sendiri, para pemuda Stovia dan anggota muda lainnya berhenti sebagai anggotanya karena kecewa terhadap jalan yang telah ditempuh budi utomo. Namun pada akhir tahun 1909 budi utomo telah mempunyai cabang di 40 tempat dengan jumlah anggota lebih kurang 10.000.[5]

C.    Reaksi pemerintahan Belanda
Pemerintah yang mengawasi perkembangan budi utomo sejak berdirinya dengan penuh perhatian dan harapan, akhirnya menarik simpulan bahwa pengaruh budi utomo terhadap penduduk pribumi tidak begitu besar. Beberapa bagian pemerintah tampaknya merasa puas kerena ketidakmampuan budi utomo itu , tetapi G.A.J. Hazeus, penasihat pemerintah untuk urusan pribumi, merasa kecewa karena kelambanan organisasi itu. Hazeus berkehendak akan muncul organisasi pribumi yang progresif-moderat yang dikendalikan oleh para pejabat yang maju. [6]
Pejabat-pejabat atau pemerintah lainnya mencurigai Budi Utomo atau sekedar menganggapnya sebagai gangguan yang potensial. Pada umumnya Budi Utomo telah mengalami ketersendatan hampir sejak awal pemulanya, baik karena kekurangan dana maupun karena kekekurangan kepemimpinan yang dinamis. Organisasi ini mendesak pemerintah untuk menyediakan lebih banyak pendidikan barat, tapi tidak begitu berperan. Banyak bupati Jawa dan Madura yang senior memandang rendah asal-usul priyai-rendah yang bergabung dalam Budi Utomo dan merasa takut bahwa pengaruh mereka sendiri terhadap pemerintah akan terancam oleh organisasi ini. Tahun 1913, mereka membentuk Serikat Para Bupati (Regentenbond), elit birokrasi Jawa ini terlalu cemas terhadap karirnya.[7]
Mulai pecahnya perang Dunia I tahun 1914, kelihatan ada usaha untuk mengembalikan kekuatan Budi Utomo, berdasarkan akan ada kemungkinan intervensi kekuasaan asing lain, Budi Utomo melancarkan isu pentingnya pertahanan sendiri, dan yang pertama menyokong alasan wajib militer pribumi. Namun perhatian rakyat dari soal wajib militer ke arah soal perwakilan rakyat. Dikirimnya sebuah misi ke negeri Belanda oleh Kote “India Weerbaar” untuk pertahanan Hindia dalam tahun 1916-1917 merupakan pertanda masa yang amat berhasil bagi Budi Utomo. Dwidjosewoyo sebagai wakil Budi Utomo dalam misi tersebut berhasil mengadakan pendekatan dengan pemimpin-pemimpin Belanda terkemuka.[8]
Keterangan Menteri Urusan Daerah jajahan tentang pembentukan Volksraad (Dewan Rakyat) yang waktu itu sedang dibicarakan di dalam Dewan Perwakilan Rakyat Belanda, yang akan menekankan badan itu dijadikan dewan perwakilan rakyat nanti sangat menggembirakan anggota misi maupun Budi Utomo. Aktivitas-aktivitas itu memberi kesan kepada kaum etika di kalangan pemerintahan kolonial bahwa Budi Utomo adalah satu-satunya organisasi yang bertanggung jawab dan dapat dipercaya. Sebagai hasilnya partai kaum etika bekerja sama dengan Budi Utomo dalam kampanye pemilihan sehingga Budi Utomo dapat menduduki jumlah kursi yang nomor dua besarnya di antara anggota pribumi di dalam Volksraad.


D.    Puncak pengaruh Budi Utomo
Kongres Budi Utomo tahun 1931 di Jakarta membicarakan tentang kemerdekaan. Dalam Anggaran Dasarnya ada perubahan lagi, yaitu BU menjadi organisasi nasional indonesia, terbuka bagi semua golongan bangsa indonesia. Ejaan namanya di ubah menjadi Budi Utama, ini karena besarnya pengaruh aliran persatuan Indonesia di dalam Budi Utomo.[9]
Dalam kongres 1931 diambil keputusan penting, yaitu kongres memerintahkan kepada pengurus besar untuk berusaha mempersatukan perkumpulan-perkumpulan yang berdasarkan kebangsaan Indonesia. Jadi pada waktu itu dirasa bahwa ada beberapa perkumpulan yang sebenarnya cita-citanya sama dan dasarnya sama, akan tetapi terpecah-pecah, karena itu timbul keinginan yang kemudian dicantumkan dalam suatu keputus kongres, memerintahkan kepada pengurus besar untuk berusaha mempersatukan perkumpulan-perkumpulan yang berdasarkan kebangsaan Indonesia. Usaha yang dilakukan pengurus itu berhasil namun pada tahun 1935 setelah diadakan persiapan perundingan dengan perkumpulan-perkumpulan lain, maka dalam bulan Desember 1935 telah terjadi fusi penyatuan menjadi satu perkumpulan dari Budi Utomo dengan perkumpulan Persatuan Bangsa Indonesia (PBI), ialah persatuan bangsa Indonesia yang berkedudukan di Surabaya dan dipimpin oleh Dr. Sutomo.
Dr. Sutomo yang mendirikan Budi Utomo serta kemudian mendirikan Persatuan Bangsa Indonesia (PBI) yang berkedudukan di Surabaya, sehingga kedua perkumpulan yang didirikan oleh Dr. Sutomo itu sekarang berfusi menjadi satu perkumpulan yang menamakan diri mereka Partai Indonesia Raya dengan singkatan PARINDRA. Jadi PARINDRA lahir di masyarakat Indonesia pada akhir tahun 1935 sebagai penyatuan, fusi dari Budi Utomo dan PBI. Demikianlah puncak perkembangan Budi Utomo yang berawal dari pembentukannya pada tahun 1908 sampai melebur ke dalam PARINDRA pada 1935 dengan fusi bersama Persatuan Bangsa Indonesia.[10]







BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Bermula dari dampak politik etis, Budi Utomo sebagai organisasi awal pada masa pergerakan Indonesia didirikan oleh siswa STOVIA. Budi Utomo bebas dari prasangka keagamaan, tetapi lebih untuk meningkatkan pendidikan dan kebudayaan. Namun, pada perkembangan selanjutnya mengarah pada bidang politik. Budi Utomo mempunyai fungsi yang istimewa karena bisa menjadi jembatan antara para pejabat kolonial yang maju dengan kaum terpelajar Jawa. Hal ini merupakan sumbangan yang tidak ternilai bagi masa depan Indonesia.
Kelahiran Budi Utomo telah menjadi tonggak yang menumbuhkan semangat perjuangan, sekaligus menjadi inspirasi berdirinya berbagai organisasi di seluruh pelosok tanah air, baik yang bersifat kedaerahan, politik, keagamaan, serikat pekerja, kewanitaan maupun kepemudaan. Pada kurun selanjutnya muncul sejumlah organisasi seperti Sarekat Islam, Indische Partij, dan berbagai organisasi lainnya. Hal ini mewarnai awal kebangkitan nasional yang mencapai puncaknya pada tahun 1928. Kebangkitan nasional Indonesia ditandai dengan berdirinya Budi Utomo, sedangkan kebangkitan pemuda Indonesia ditandai dengan adanya peristiwa Sumpah Pemuda. Budi Utomo tetap mempunyai andil dan jasa yang besar dalam sejarah pergerakan nasional, yakni telah membuka jalan dan memelopori gerakan kebangsaan Indonesia. Itulah sebabnya tanggal 20 Mei ditetapkan sebagai hari Kebangkitan Nasional yang kita peringati setiap tahun hingga sekarang.


[1] Marwati Djoened Poesponegoro, sejarah Nasional Indenesia V, Jakarta, 2008, hlm. 335
[2] M.C Ricklefs , Sejarah Indonesia Modern 1200-2008. 2010. Jakarta. Serambi ilmu semesta. Hlm. 355
[3] George MC Tunan Kahin, Nasionalisme dan Revolusi di Indonesia. 1995. UNS Press. Hlm. 84
[4] Marwati Djoened Poesponegoro, sejarah Nasional Indenesia V, Jakarta, 2008, hlm.335 - 336
[5] Marwati Djoened Poesponegoro, sejarah Nasional Indenesia V, Jakarta, 2008, hlm. 336 – 337
[6] Marwati Djoened Poesponegoro, sejarah Nasional Indenesia V, Jakarta, 2008, hlm. 337
[7] M.C Ricklefs , Sejarah Indonesia Modern 1200-2008. 2010. Jakarta. Serambi ilmu semesta. Hlm.357
[8] Marwati Djoened Poesponegoro, sejarah Nasional Indenesia V, Jakarta, 2008, hlm. 338
[9] Marwati Djoened Poesponegoro, sejarah Nasional Indenesia V, Jakarta, 2008, hlm. 340
[10] Marwati Djoened Poesponegoro, sejarah Nasional Indenesia V, Jakarta, 2008, hlm. 340-342

Komentar

Postingan populer dari blog ini

EKSPANSI KOLONIAL KELUAR JAWA (1850-1870)

makalah ilmu bebas nilai (filsafat ilmu)