Kerajaan Demak, Pajang, dan Mataram
Sejarah Indonesia Zaman Pengaruh Islam
“Kerajaan Demak,
Pajang, dan Mataram”
Kelompok 7
Nama Anggota Kelompok :
Alvani Maizal Asri
(1306014)
Benigno Haryadi
(97131)
Satria Oktavianus
Jurusan Sejarah
Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Padang
BAB
I
PENDAHULUAN
Pada
pertemuan lalu kita telah membahas tentang kerajaan-kerajaan islam di Sumatera
seperti kerajaan terbesarnya yaitu kerajaan Samudera Pasai, Malaka, dan Aceh
serta kerajaan-kerajaan kecilnya seperti kerajaan Siak, kerajaan kampar, inderagiri
serta kerajaan-kerajaan islam yang berada di Jambi, di Sumatera Selatan maupun
di Sumatera barat. Pada makalah ini kami akan membahas tentang
kerajaan-kerajaan islam yang berada di Jawa yaitu kerajaan Demak ,Pajang,
Mataram, dan Banten.
Sekitar tahun 1500 seorang bupati
Majapahit bernama Raden Patah yang berkedudukan di Demak dan saat itu memeluk
agama islam, ia terang-terangan memutuskan segala ikatannya dari Majapait yang
sudah tidak berdaya lagi. Dengan bantuan daerah lainnya di Jawa Timur yang juga
sudah islam seperti Japara, Tuban dan Gresik, ia mendirikan kerajaan islam dan
Demaklah sebagai pusatnya.
Kerajaan
Pajang adalah kerajaan islam yang didirikan oleh Jaka Tingkir. Jaka tingkir
adalah murid Ki Ageng Pengging yang semula adalah seorang tamtam di kerajaan
Demak di bawah pimpinan Pengeran Trenggana, karena kehebatannya ia di jadikan
menantu oleh sultan Demak, dan Jaka tinggkir menjadi raja pertama di kerajaan
Pajang yang kedudukannya disahkan pula oleh Sunan Giri (seorang dari wali 9).
Mataram merupakan daerah yang subur
yang asalnya termasuk kerajaan Pajang, kemudian dihadiahkan kepada Ki Ageng
Pemanahan, anak Ki ageng Ngenis. Setelah
menerima pelimpahan tahta dari pangeran bewana, Sutawijaya kemudian memindahkan
pusat pemerintahan kerajaan ke daerah mataram. Dengan berakhirnya kerajaan
Pajang maka kerajaan Mataram Islam berkembang pesat. Letak kerajaan Mataram
Islam adalah di Kota Gede atau Selatan Kota Jogyakarta.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
KERAJAAN
DEMAK
a.
Asal usul berdirinya
Para
ahli sejarah memiliki perbedaan pendapat tentang berdirinya kerajaan Demak ini.
Sebagian berpendapat bahwa kerajaan Demak berdiri pada tahun 1478, pendapat ini
berdasarkan atas jatuhnya kerajaan Majapahit. Ada pula yang berpendapat bahwa,
kerajaan Demak berdiri pada tahun 1518 M. Hal ini berdasarkan bahwa, pada tahun
tersebut merupakan tahun berakhirnya masa pemerintahan Prabu Udara Brawijaya
VII yang mendapat serbuan tentara Raden Patah dari Demak.
Demak
sebelumnya merupakan daerah yang dikenal dengan nama Bintoro atau Gelagah wangi
yang merupakan daerah kadipaten di bawah kekuasaan Majapahit. Kadipaten Demak
tersebut dikuasai oleh Raden Patah salah seorang keturunan Raja Brawijaya V
(Bhre Kertabumi) raja Majapahit. Dengan berkembangnya Islam di Demak, maka
Demak dapat berkembang sebagai kota dagang dan pusat penyebaran Islam di pulau
Jawa. Hal ini dijadikan kesempatan bagi Demak untuk melepaskan diri dengan
melakukan penyerangan terhadap Majapahit.
Setelah
Majapahit hancur maka Demak berdiri sebagai kerajaan Islam pertama di pulau
Jawa dengan rajanya yaitu Raden Patah. Kerajaan Demak secara geografis terletak
di Jawa Tengah dengan pusat pemerintahannya di daerah Bintoro di muara sungai,
yang dikelilingi oleh daerah rawa yang luas di perairan Laut Muria. (sekarang
Laut Muria sudah merupakan dataran rendah yang dialiri sungai Lusi). Bintoro
sebagai pusat kerajaan Demak terletak antara Bergola dan Jepara, di mana
Bergola adalah pelabuhan yang penting pada masa berlangsungnya kerajaan Mataram
(Wangsa Syailendra), sedangkan Jepara akhirnya berkembang sebagai pelabuhan
yang penting bagi kerajaan Demak.
b.
Perkembangan dan kejayaannya
·
Pemerintahan
dan masyarakat
Raja-raja yang
memerintah
1. Raden Patah (1500-1518)
Menurut
tradisi yang tercantum dalm historiografi tradisional jawa, pendiri kerajaan
Demak ialah Raden Patah, seorang putra raja Majapahit dari isteri Cina yang
dihadiahkan kepada raja Palembang.
Ketika Raden Patah masih di dalam kandungan ,Brawijaya menitipkannya
kepada gubernur di Palembang, ditempat itulah Raden Patah lahir.
Setelah
Raden Patah diangkat sebagai Bupati Demak Bintoro pada tahun 1500 M, ia
bergelar Sultan Alam Akbar al-Fatah yang lebih dikenal dengan Raden Patah.
Kemudian setelah menjadi raja, ia memajukan perdagangan dan agama Islam. Demak
menjadi negara maritim yang banyak dikunjungi oleh pedagang Islam, terlebih
setelah Malaka jatuh ke tangan Portugis tahun 1511 di bawah Alvonso
d'Albuquerque.
Pada
masa pemerintahannya Islam mengalami perkembangan pesat. wilayah kerajaan Demak
meliputi daerah Jepara, Tuban, Sedayu,
Palembang, Jambi, dan beberapa daerah di Kalimantan. Pada masa
pemerintahannya juga dibangun Masjid Agung Demak yang dibantu oleh para wali
dan sunan sahabat Demak.
Dalam
waktu singkat lebih-lebih oleh karena jatuhnya Malaka ketangan orang Portugis
dalam tahun 1511. Demak mencapai kejayaannya. Daerah-daerah pesisir di Jawa
Tengah dan Timur mengakui kedaulatannya dan mengibarkan panji-panjinya.
Terutama Puteranya, Pati Unus, yang menjabat adipati di Japara, sangat giat
membantu usaha ayahnya, yaitu memperluas dan memperkuat kedudukan Kerajaan
Demak sebagai Kerajaan Islam.[1]
Pada masa Kerajaan Malaka jatuh ke
tangan Portugis tahun 1511, Raden Patah merasa berkewajiban untuk membantu.
Jatuhnya kerajaan Malaka berarti putusnya jalur
perdagangan nasional. Untuk itu, ia mengirimkan putrannya, Pati Unus
untuk menyerang Portugis di Malaka.
Namun, usaha itu tidak berhasil. Setelah Raden Patah wafat pada tahun 1518, ia
digantikan oleh putranya Pati Unus. Pati Unus hanya memerintah tidak lebih dari
tiga tahun. Ia wafat tahun 1521 dalam usahanya mengusir Portugis dari kerajaan
Malaka.
2. Adipati
Unus (1518 - 1521)
Mengenai
raja kedua, dalam babab dikenal dengan nama pangeran Sabrang Lor. Dalam berita
Tome Pires dikenal dengan seorang yang bernama Pete Unus yang mengadakna
sernagan ke Malaka tahun 1513, keberangkatan dengan armadanya dari Japara yang
berfungsi sebagai pelabuhan kearajaan Demak.
Tahun
1512 giliran Samudra Pasai yang jatuh ke tangan Portugis ( Muljana: 2005 ). Hal
ini membuat tugas Pati Unus sebagai Panglima Armada Islam tanah jawa semakin
mendesak untuk segera dilaksanakan. Maka tahun 1513 dikirim armada kecil,
ekspedisi Jihad I yang mencoba mendesak masuk benteng Portugis di Malaka gagal
dan balik kembali ke tanah Jawa.
Kegagalan ini karena kurang persiapan menjadi pelajaran berharga untuk membuat
persiapan yang lebih baik. Maka direncanakanlah pembangunan armada besar
sebanyak 375 kapal perang di tanah Gowa, Sulawesi yang masyarakatnya sudah
terkenal dalam pembuatan kapal. Di tahun 1518 Raden Patah, Sultan Demak I
bergelar Alam Akbar Al Fattah mangkat, beliau berwasiat supaya mantu beliau
Pati Unus diangkat menjadi Sultan Demak berikutnya. Maka diangkatlah Pati Unus
atau Raden Abdul Qadir bin Yunus.
Armada
perang Islam siap berangkat dari pelabuhan Demak dengan mendapat pemberkatan
dari Para Wali yang dipimpin oleh Sunan Gunung Jati. Armada perang yang sangat
besar untuk ukuran dulu bahkan sekarang. Dipimpin langsung oleh Pati Unus
bergelar Senapati Sarjawala yang telah menjadi Sultan Demak II. Dari sini
sejarah keluarga beliau akan berubah, sejarah kesultanan Demak akan berubah dan
sejarah tanah Jawa akan berubah.Kapal yang ditumpangi Pati Unus terkena peluru
meriam ketika akan menurunkan perahu untuk merapat ke pantai. Ia gugur sebagai
Syahid karena kewajiban membela sesama Muslim yang tertindas penjajah
(Portugis) yang bernafsu memonopoli perdagangan rempah-rempah.
Sedangkan
Pati Unus, Sultan Demak II yang gugur kemudian disebut masyarakat dengan gelar
Pangeran Sabrang Lor atau Pangeran (yang gugur) di seberang utara. Pimpinan
Armada Gabungan Kesultanan Banten, Demak dan Cirebon segera diambil alih oleh
Fadhlullah Khan yang oleh Portugis disebut Falthehan, dan belakangan disebut
Fatahillah setelah mengusir Portugis dari Sunda Kelapa 1527. Di ambil alih oleh
Fadhlullah Khan adalah atas inisiatif Sunan Gunung Jati yang sekaligus menjadi
mertua karena putri beliau yang menjadi janda Sabrang Lor dinikahkan dengan
Fadhlullah Khan.
3. Sultan
Trenggono (1521 - 1546)
Saudaranya,
Sultan Trenggono, akhirnya menjadi raja Demak ketiga dan merupakan raja Demak
terbesar. Sultan Trenggono berkuasa di kerajaan Demak dari tahun 1521-1546.
Sultan Trenggono dilantik menjadi raja Demak oleh Sultan Gunung Jati. Ia
memerintah Demak dengan gelar Sultan Ahmad Abdul Arifin. Pada masa pemerintahan
Sultan Trenggono, Kerajaan Demak
mencapai puncak kejayaannya dan agama Islam berkembang lebih luas lagi. Sultan
Trenggono mengirim Fatahilallah ke Banten. Dalam perjalanannya ke Banten, Fatahillah
singgah di Cirebon untuk menemui Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati.
Bersama-sama dengan pasukan Kesultanan Cirebon, Fatahillah kemudian dapat
menaklukan Banten dan Pajajaran.
Puncak
kebesaran Demak terjadi pada masa pemerintahan Sultan Trenggono (1521 – 1546),
karena pada masa pemerintahannya Demak memiliki daerah kekuasaan yang luas dari
Jawa Barat sampai Jawa Timur. Untuk menambah pemahaman kita tentang kekuasaan
Demak tersebut, perhatikan peta
kekuasaan Demak berikut ini.
Setelah
kita yang perlu kita ketahui bahwa daerah kekuasaan tersebut berhasil
dikembangkan antara lain karena Sultan Trenggono melakukan penyerangan terhadap
daerah-daerah kerajaan-kerajaan Hindu yang mengadakan hubungan dengan Portugis
seperti Sunda Kelapa (Pajajaran) dan Blambangan. Penyerangan terhadap Sunda
Kelapa yang dikuasai oleh Pajajaran disebabkan karena adanya perjanjian antara
raja Pakuan penguasa Pajajaran dengan Portugis yang diperkuat dengan pembuatan
tugu peringatan yang disebut Padrao. Isi dari Padrao tersebut adalah Portugis
diperbolehkan mendirikan Benteng di Sunda Kelapa dan Portugis juga akan
mendapatkan rempah-rempah dari Pajajaran.
Sebelum
Benteng tersebut dibangun oleh Portugis, tahun 1526 Demak mengirimkan
pasukannya menyerang Sunda Kelapa, di bawah pimpinan Fatahillah. Dengan
penyerangan tersebut maka tentara Portugis dapat dipukul mundur ke Teluk
Jakarta. Kemenangan gemilang Fatahillah merebut Sunda Kelapa tepat tanggal 22
Juni 1527 diperingati dengan pergantian nama menjadi Jayakarta yang berarti
Kemenangan Abadi.
Sedangkan
penyerangan terhadap Blambangan (Hindu) dilakukan pada tahun 1546, di mana
pasukan Demak di bawah pimpinan Sultan Trenggono yang dibantu oleh Fatahillah,
tetapi sebelum Blambangan berhasil direbut Sultan Trenggono meninggal di
Pasuruan. Dengan meninggalnya Sultan Trenggono, maka terjadilah perebutan
kekuasaan antara Pangeran Sekar Sedolepen (saudara Trenggono) dengan Sunan
Prawoto (putra Trenggono) dan Arya Penangsang (putra Sekar Sedolepen). Perang
saudara tersebut diakhiri oleh Pangeran Hadiwijaya (Jaka Tingkir) yang dibantu
oleh Ki Ageng Pemanahan, sehingga pada tahun 1568 Pangeran Hadiwijaya
memindahkan pusat pemerintahan Demak ke Pajang. Dengan demikian berakhirlah
kekuasaan Demak dan hal ini juga berarti bergesernya pusat pemerintahan dari
pesisir ke pedalaman.
Setelah wafatnya Sultan Trenggono pada tahun
1546, Kerajaan Demak mulai mengalami kemunduran karena terjadinya perebutan
kekuasaan. Perebutan tahta Kerajaan Demak ini terjadi antara Sunan Prawoto
dengan Arya Penangsang. Arya Penangsang adalah Bupati Jipang (sekarang
Bojonegoro) yang merasa lebih berhak atas tahta Kerajaan Demak. Perebutan
kekuasaan ini berkembang menjadi konflik berdarah dengan terbunuhnya Sunan
Prawoto oleh Arya Penangsang. Arya Penangsang juga membunuh adik Sunan Prawoto,
yaitu Pangeran Hadiri.
Kehidupan
Kerajaan Demak
- Ekonomi
Letak Demak sangat strategis di jalur perdagangan nusantara
memungkinkan Demak berkembang sebagai kerajaan maritim. Dalam kegiatan
perdagangan, Demak berperan sebagai penghubung antara daerah penghasil rempah
di Indonesia bagian Timur dan penghasil rempah-rempah Indonesia bagian barat.
Dengan demikian perdagangan Demak semakin berkembang. Dan hal ini juga didukung
oleh penguasaan Demak terhadap pelabuhan-pelabuhan di daerah pesisir pantai
pulau Jawa. Sebagai kerajaan Islam yang memiliki wilayah di pedalaman, maka
Demak juga memperhatikan masalah pertanian, sehingga beras merupakan salah satu
hasil pertanian yang menjadi komoditi dagang. Dengan demikian kegiatan
perdagangannya ditunjang oleh hasil pertanian, mengakibatkan Demak memperoleh
keuntungan di bidang ekonomi. Letak kerajaan Demak yang strategis , sangat
membantu Demak sebagai kerajaan Maritim. Lagi pula letaknya yang ada di muara
sungai Demak mendorong aktivitas perdagangan cepat berkembang. Di samping dari
perdagangan, Demak juga hidup dari agraris. Pertanian di Demak tumbuh dengan
baik karena aliran sungai Demak lewat pelabuhan Bergota dan Jepara. Demak bisa
menjual produksi andalannya seperti beras, garam dan kayu jati.
- Sosial budaya
Berdirinya
kerajaan Demak banyak didorong oleh latar belakang untuk mengembangkan dakwah
Islam. Oleh karena itu tidak heran jika Demak gigih melawan daerah-daerah yang
ada dibawah pengaruh asing. Berkat dukungan Wali Songo , Demak berhasil
menjadikan diri sebagai kerajaan Islam pertama di Jawa yang memiliki pengaruh
cukup luas. Untuk mendukung dakwah pengembangan agama Islam, dibangun Masjid
Agung Demak sebagai pusatnya. Kehidupan sosial dan budaya masyarakat Demak
lebih berdasarkan pada agama dan budaya Islam karena pada dasarnya Demak adalah
pusat penyebaran Islam di pulau Jawa.
Sebagai
pusat penyebaran Islam Demak menjadi tempat berkumpulnya para wali seperti
Sunan Kalijaga, Sunan Muria, Sunan Kudus dan Sunan Bonar. Para wali tersebut
memiliki peranan yang penting pada masa perkembangan kerajaan Demak bahkan para
wali tersebut menjadi penasehat bagi raja Demak. Dengan demikian terjalin
hubungan yang erat antara raja/bangsawan/ para wali/ulama dengan rakyat.
Hubungan yang erat tersebut, tercipta melalui pembinaan masyarakat yang
diselenggarakan di Masjid maupun Pondok Pesantren. Sehingga tercipta
kebersamaan atau Ukhuwah Islamiyah (persaudaraan di antara orang-orang Islam).
·
Hubungan
dengan bangsa asing
Keeratan
hubungan antara kerajaan Pajajaran dengan dengan bangsa Portugis membuat
kerajaan Demak ingin menggagalkan hubungan itu. Kerajaan Demak mengirim
pasukannya ke Jawa Barat di bawah pimpinan Fatahillah
·
Hubungan
dengan kerajaan indonesia lainya
Hubungan
dengan kerajaan Gowa
Dalam
hubungan kerajaan Demak dan Kerajaan Gowa sebelumnya mengalami proses perang
sehubungan dengan penyebaran wilayah kerajaan Demak diwilayah timur Indonesia.
Sebuah sumber menyebutkan bahwa dalam perang melawan ekspansi Demak, kerajaan
Gowa meminta bantuan beberapa kerajaan di Sulawesi Selatan yang salah satunya
adalah kerajaan bulo-bulo di kabupaten Sinjai. Disebutkan, keterlibatan
kerajaan Bulo-bulo sat itu mampu menaklukkan demak dalam tempo satu hari saja,
maka kerajaan gowa pun memberikan hadiah kepada kepada rajanya yaitu tahan
garessie, wilayahnya mulai dari pantai jeneponto sampai Bulukumba (wilayah
pembuatan kapal). Diplomasi perdamaian terjadi dengan baik karena kedua
kerajaan merupakan kerajaan Islam.
Kerjasama
ini memperlancar misi kerajaan Demak diperairan selat Makassar serta melengkapi
armada lautnya untuk membendung agresi Portugis yang saat itu mulai memasuki
wilayah timur Indonesia.
c.
Keruntuhan
Setelah
Sultan Trenggono, terjadi perebutan kekuasaan di Kerajaan Demak, antara
Pangeran Seda ing Lepen dan Sunan Prawoto (putra Sultan Trenggana). Pangeran
Sekar Sedo Lepen yang seharusnya menggantikan Sultan Trenggono dibunuh oleh
Sunan Prawoto dengan harapan ia dapat mewarisi tahta kerajaan. Putra Pangeran
Sedo Lepen yang bernama Arya Penangsang dari Jipang menuntut balas kematian
ayahnya dangan membunuh Sunan Prawoto. Selain Sunan Prawoto, Arya Penangsang
juga membunuh Pangeran Hadiri ( suami Ratu Kalinyamat, adik Sunan Prawoto).
Pangeran Hadiri dianggap sebagai penghalang Arya Penangsang untuk menjadi
sultan Demak. Setelah berhasil membunuh Sunan Prawoto dan beberapa
pendukungnya. Naiknya Arya Penangsang ke tahta kerajaan tidak disenangi oleh
Pangeran Adiwijoyo atau Joko Tingkir , menantu Sultan Trenggono. Arya
Penangsang dapat dikalahkan oleh Jako Tingkir yang selanjutnya memindahkan
pusat kerajaan ke Pajang.
Selain
itu, Raden Patah kurang pandai menarik simpati orang – orang pedalaman, bekas
rakyat Kerajaan Majapahit. Raden Patah juga terlalu banyak menyandarkan
kekuataannya kepada masyarakat Tionghoa Islam. Beliau berkeinginan keras untuk
membentuk negara Islam Maritim. Sehingga mengakibatkan, perhatiannya lebih
dicurahkan untuk pembuatan kapal-kapal
di kota-kota pelabuhan demi pembentukan armada yang kuat. Dengan demikian
berakhirlah kekuasaan kerajaan Demak pada tahun 1568.
B.
KERAJAAN
PAJANG
- asal usul berdirinya
Kerajaan
pajang muncul sebelum runtuhnya kerajaan Majapahit. Karena Majapahit masih beberkuasa
maka kareajaan pajang belum begitu diperhatikan. Pada abad ke-14 Pajang sudah
disebut dalam kitab Negarakertagama karena dikunjungi oleh Hayam Wuruk dalam
perjalanannya memeriksa bagian Barat. Antara abad ke-11 dan 14 di Jawa Tengah
Selatan tidak ada Kerajaan tetapi Majapahit masih berkuasa sampai kesana.
Pajang
dulunya adalah daerah Pengging, Jaka Tingkir adalah anak dari Kebo Kenanga atau
Ki Ageng Pengging yang menjadi bupati di pengging. Jadi sebenarnya Pajang
dulunya adalah daerah pengging yang bupatinya adalah Ki Ageng Pengging. Ki
Ageng pengging yang akhirnya dihukum mati oleh raja demak karena dianggap akan
memberontak kerajaan Demak dan untuk menaklukkan pengging maka dihukum matilah
ki Ageng pengging.
b.
Perkembangan
·
Pemerintahan
dan masyarakat
Kerajaan
pajang pertama kali diperintah oleh Jaka tingkir pada tahun 1878 anak dari Ki
Ageng Pengging. Jaka Tingkir mempunyai nama asli yaitu mas karebet itu
dinobatkan menjadi raja setelah berhasil menglahkan Arya penangsang ia dinobatkan
menjadi raja dengan nama Hadiwijaya. Sultan Pajang meninggal dunia dan
dimakamkan di Butuh, suatu daerah di sebelah barat taman kerajaan Pajang. Dia
digantikan oleh menantunnya, Aria Pangiri, anak susuhan Prawoto tersebut di
atas. Waktu itu, Aria Pangiri menjadi penguasa di Demak. Setelah menetap di
keratin Pajang, Aria Pangiri dikelilingi oleh pejabat-pejabat yang dibawanya
dari Demak. Sementara itu, anak Sultan Adiwijaya, Pangeran Benawa, dijadikan
penguasa di Jipang. Disitu terlihat jelas telah terjadi perebutan kekuasaan
antara Aria Pangiri sebagai menantu dan
pangeran benawa sebagai anak kandung.
Sementara
itu pajang terjadi perubahan yang besar, jaka tingkir meninggal dalam tahun
1582. Anaknya, pangeran benowo, disingkirkan oleh Arya penggiri dan dijadikan
Adipati di Jipang. Maka sebagai sulthan Pajang kini bertahtalah arya penggiri
itu, yang melanjutkan daerah Demak.[2]
c. keruntuhan
Terjadi
banyak perselisihan yang terjadi, dan perselisihan itu terjadi karena perebutan
kekuasaan antara yang satu dengan yang lainnya. Mereka hanya mementingkan
keinginan mereka dan apa yang mereka lakukan semata-mata hanya kerana pemikiran
mereka masing-masing. Mereka hanya gila akan kekuasaan yang ingin mereka
dapatkan. Dikisahkan Sunan Kudus sebagai Guru Sultan Hadiwijaya, mengundang
Sultan untuk datang ke Kudus untuk mendinginkan suasana. Pada saat itu terjadi
perang mulut antara Arya Penangsang dan Sultan Hadiwijaya dan mereka saling
menghunus keris. Konon Sunan Kudus berteriak: “Apa-apaan kalian! Penangsang
cepat sarungkan senjatamu, dan masalahmu akan selesai!” Arya Penangsang patuh
dan menyarungkan keris ‘Setan Kober’nya. Setelah pertemuan usai, konon Sunan
Kudus menyayangkan Arya Penangsang, maksud Sunan Kudus adalah menyarungkan
keris ke tubuh Sultan Hadiwijaya dan masalah akan selesai tetapi setelah itu
Arya Penangsang dapatdikalahkan oleh Hadiwijaya dengan cara kuda gerak rimang
yang tunggangi oleh Arya penangsang di pancing oleh bkuda betina Sutawijaya
melewati bengawan sore setelah di luar bengawan sore kekuatan Arya Penangsang
melemah dapat dibunuh. Atas jasanya Ki Penjawi diberi tanah di Pati dan Ki Gede
Pemanahan diberi tanah di Mentaok, Mataram. Sutawijaya adalah putra Ki Gede
Pemanahan dan merupakan putra angkat Sultan Hadiwijaya sebelum putra kandungnya,
Pangeran Benawa lahir. Sutawijaya konon dikawinkan dengan putri Sultan sehingga
Sutawijaya yang akhirnya menjadi Sultan
Pertama Mataram yang bergelar Panembahan Senopati, anak keturunannya masih
berdarah Raja Majapahit.
- KERAJAAN MATARAM
a.
Asal
usul berdirinya
Kerajaan
Demak tidak bertahan lama, pada tahun 1568 M terjadi perpindahan kekuasaan dari
Demak ke Pajang. Namun adanya perpidahan ini tidak menyebabkan terjadinya
perubahan yang berarti terhadap sistem pendidikan dan pengajaran Islam yang
sudah berjalan.
Baru
setelah pusat kerajaan Islam berpindah dari Pajang ke Mataram (1586), terutama
di saat Sultan Agung (1613) berkuasa, terjadi beberapa macam perubahan. Sultan
Agung setelah mempersatukan Jawa Timur dengan Mataram serta daerah-dareah yang
lain, sejak tahun 1630 M mencurahkan perhatiannya untuk membangun negara,
seperti menggalakkan pertanian, perdagangan dengan luar negeri dan sebagainya,
bahkan pada masa Sultan Agung apek seperti kebudayaan, kesenian dan
kesusasteraan sudah sangat maju, seperti:
a) Gerebeg
disesuaikan dengan hari raya Idul Fitri dan maulud Nabi. Sejak sat itu terkenal
Gerebeg Poso (puasa) dan Gerebeg Maulud.
b) Gamelan
sekaten yang hanya dibunyikan pada gerebeg maulud, atas kehendak Sultan Agung
di pukul di halaman masjid besar.
b.
Perkembangan
Sistem
pemerintahan yang dianut Kerajaan mataram islam adalah sistem Dewa-Raja.
Artinya pusat kekuasaan tertinggi dan mutlak ada pada diri sultan. Seorang
sultan atau raja sering digambarkan memiliki sifat keramat, yang
kebijaksanaannya terpacar dari kejernihan air muka dan kewibawannya yang tiada
tara. Raja menampakkan diri pada rakyat sekali seminggu di alun-alun istana.
Selain
sultan, pejabat penting lainnya adalah kaum priayi yang merupakan penghubung
antara raja dan rakyat. Selain itu ada pula panglima perang yang bergelar
Kusumadayu, serta perwira rendahan atau Yudanegara. Pejabat lainnya adalah
Sasranegara, pejabat administrasi.
Mataram
Islam mencapai puncak kejayaannya pada jaman Sultan Agung Hanyokrokusumo
(1613-1646). Daerah kekuasaannya mencakup Pulau Jawa (kecuali Banten dan
Batavia), Pulau Madura, dan daerah Sukadana di Kalimantan Barat. Pada waktu
itu, Batavia dikuasai VOC (Vereenigde Oost Indische Compagnie )
Belanda.Kekuatan militer Mataram sangat besar. Sultan Agung yang sangat anti kolonialisme
itumenyerang VOC di Batavia sebanyak dua kali (1628 dan 1629). Menurut Moejanto
sepertiyang dikutip oleh Purwadi (2007), Sultan Agung memakai konsep politik
keagungbinataran yang berarti bahwa kerajaan Mataram harus berupa ketunggalan,
utuh, bulat, tidak tersaingi,dan tidak terbagi-bagi.
a.
Bidang Politik
Kemajuan politik yang dicapai
Sultan Agung adalah menyatukan kerajaan-kerajaan Islam di Jawa dan menyerang
Belanda di Batavia.
*
Penyatuan kerajaan-kerajaan Islam
Sultan Agung berhasil menyatukan
kerajaan-kerajaan Islam di Jawa. Usaha inidimulai dengan menguasai Gresik,
Jaratan, Pamekasan, Sumenep, Sampang,Pasuruhan, kemudian Surabaya. Salah satu
usahanya mempersatukan kerajaan Islamdi Pulau Jawa ini ada yang dilakukan
dengan ikatan perkawinan. Sultan Agung mengambil menantu Bupati Surabaya
Pangeran Pekik dijodohkan dengan putrinya yaitu Ratu Wandansar.
*
Anti penjajah Belanda
Sultan Agung adalah raja yang
sangat benci terhadap penjajah Belanda. Hal ini terbukti dengan dua kali
menyerang Belanda ke Batavia, yaitu yang pertama tahun 1628 dan yang kedua
tahun 1629.
b.
Bidang Ekonomi
Kemajuan
dalam bidang ekonomi meliputi hal-hal berikut ini:
–
Sebagai negara agraris, Mataram mampu meningkatkan produksi beras dengan
memanfaatkan beberapa sungai di Jawa sebagai irigasi. Mataram juga mengadakan
pemindahan penduduk (transmigrasi) dari daerah yang kering ke daerah yang subur
dengan irigasi yang baik. Dengan usaha tersebut, Mataram banyak mengekspor
beras ke Malaka.
–
Penyatuan kerajaan-kerajaan Islam di pesisir Jawa tidak hanya menambah kekuatan
politik,tetapi juga kekuatan ekonomi. Dengan demikian ekonomi Mataram tidak
semata-mata tergantung ekonomi agraris, tetapi juga karena pelayaran dan
perdagangan.
c.
Bidang sosial Budaya
Kemajuan
dalam bidang sosial budaya meliputi hal-hal berikut:
1.Timbulnya
kebudayaan kejawen
Unsur ini merupakan akulturasi dan
asimilasi antara kebudayaan asli Jawa denganIslam. Misalnya upacara Grebeg yang
semula merupakan pemujaan roh nenek moyang. Kemudian, dilakukan dengan doa-doa
agama Islam. Sampai kini, di jawa kita kenal sebagai Grebeg Syawal, Grebeg
Maulud dan sebagainya.
c.
Keruntuhan
Kemunduran
Mataram Islam berawal saat kekalahan Sultan Agung merebut Batavia dan menguasai
seluruh Jawa dari Belanda. Setelah kekalahan itu, kehidupan ekonomi rakyat
tidak terurus karena sebagian rakyat dikerahkan untuk berperang.
Setelah
Sultan Agung, raja Mataram berikutnya adalah Sunan Amangkurat I (1645-1677).
Pada masa pemerintahannya, masa kejayaan Mataram pun lambat laun mulai pudar. Raja-raja
berikutnya juga tidak mampu membawa Mataram kembali ke masa jayanya.
Daerah-daerah yang selama ini berada di bawah kekuasaan Mataram, satu per satu
berusaha memisahkan diri.
Akhirnya,
setelah dikacau berbagai pemberontakan, seperti Pangeran Trunojoyo dari Madura
yang mendirikan keratonnya di Kediri (1677-1680) dan Untung Surapati yang
kemudian berkeraton di Pasuruan (1686-1703), Mataram pun terjerumus dalam 3
perang suksesi, yang berakhir dengan Perjanjian Giyanti (1755) dan Perjanjian
Salatiga (1757).
Apa
yang telah dilakukan oleh raja-raja pertama relatif menjadi tidak berarti lagi
setelah dibuatnya perjanjian Giyanti dan Salatiga. Padahal, politik luar negeri
yang dilakukan dengan cara ekspansi telah berhasil membawa Mataram menjadi
sebuah kerajaan besar, yang mencapai puncak kejayaannya di masa pemerintahan
Sultan Agung. Namun sekali lagi, Perjanjian Giyanti dan Salatiga telah
mengakibatkan Mataram runtuh, sehingga punahlah impian para raja pertama akan
pembentukan kesatuan Jawa. Ditambah pula dengan pecahnya Keraton Yogyakarta,
maka agaknya kesatuan Jawa seperti yang diimpikan oleh para raja pertama,
hanyalah sekedar impian yang tidak pernah terwujud
BAB
III
PENUTUP
Kerajaan
Mataram berdiri pada tahun 1582. Pusat Kerajaan ini terletak di sebelah
tenggara kota Yogyakarta, yakni di Kotagede. Sistem pembagian wilayah pada awal
abad ke-18 mengalami perubahan dengan adanya pengaruh kekuasaan VOC. Setelah
raja Sultan Agung wafat, kemunduran-kemunduran mulai terjadi. Berangsur-angsur wilayah
kekuasaan Kerajaan semakin menyempit akibat aneksasi yang dilakukan VOC,
sebagai imbalam intervensinya dalam pertengtangan-pertentangan intern Kerajaan
Mataram setelah perang Trunojoyo berakhir pada tahun 1678 Mataram harus
melepaskan Karawang, sebagian daerah Priangan, dan Semarang. Di bawah
kepemimpinan Sultan Agung, Mataram tidak hanya menjadi pusat kekuasaan, tapi
juga menjadi pusat penyebaran islam. Masyarakat Mataram Islam terbagi menjadi
orang besar(wong gede) yang terdiri golongan yang memerintah. Dan orang kecil
(wong cilek) yang terdiri dari rakyat biasa, yang jumlahnya sangat banyak.
Kemunduran Mataram Islam berawal saat kekalahan Sultan Agung merebut Batavia
dan menguasai seluruh Jawa dari Belanda. Mataram pun terjerumus dalam 3 perang
suksesi, yang berakhir dengan Perjanjian Giyanti (1755) dan Perjanjian Salatiga
(1757).
Sumber
bacaan
- Kartodirdjo, Sartono. 1987. PengantarSejarah Indonesia Baru: 1500-1900 (Dari IperiumSampai Imperium Jilid 1. Jakarta: GramediaPustakaUtama
- Soekmono.1985. Sejarah Kebudayaan Indonesia 3.Jakarata : Kansius
- Marwati & Nugroho, Sejarah Nasional Indonesia III, Balai Pustaka, Jakarta , 2008
- Andychand “sejarah kerajaan demak” : 2012 ;blogspot
- Hubungan kerajaan demak dan kerajaan gowa : kabarkami.com
- Rangkumanmateri : “sejarah kerajaan demak” 2013 blogspot
Komentar