Pengenalan Tentang Indonesia
PENGANTAR
SEJARAH INDONESIA
TUGAS
Pengenalan Tentang Indonesia
Oleh:
Kelompok 1 :
Alvani Maizal Asri (1306014)
Ayu Widya (1101691)
Fitriani (1205910)
Jesi Rahmawati Putri (1205957)
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2015
Pengenalan
Tentang Indonesia
A.
Asal
Usul Nama Indonesia
I.
Sebelum kedatangan bangsa Eropa
Asal-usul nama Indonesia Pada zaman
purba, kepulauan tanah air disebut dengan beragam nama. Dalam catatan bangsa
Tionghoa kawasan kepulauan tanah air dinamai Nan-hai (Kepulauan Laut Selatan). Berbagai catatan kuno bangsa India
menamai kepulauan ini Dwipantara
(Kepulauan Tanah Seberang), nama yang diturunkan dari kata Sansekerta dwipa (pulau) dan antara (luar, seberang).[1]
Bangsa Arab menyebut tanah air kita
Jaza'ir al-Jawi (Kepulauan Jawa). Nama Latin untuk kemenyan adalah benzoe,
berasal dari bahasa Arab luban jawi(kemenyan Jawa), sebab para pedagang Arab
memperoleh kemenyan dari batang pohon Styrax sumatrana yang dahulu hanya tumbuh
di Sumatera.
II.
Masa kedatangan bangsa Eropa
Kemudian pada zaman kedatangan orang
Eropa ke Asia . Bangsa-bangsa Eropa yang pertama kali datang beranggapan Asia hanya
terdiri dari Arab, Persia, India , dan Cina. Bagi mereka, daerah yang
terbentang luas antara Persia dan Cina semuanya adalah Hindia. Semenanjung Asia
Selatan mereka sebut “Hindia Muka” dan daratan Asia Tenggara dinamai “Hindia
Belakang”, sedangkan tanah air kita memperoleh nama “Kepulauan Hindia”
(Indische Archipel, Indian Archipelago, l’Archipel Indien) atau “Hindia Timur”
(Oost Indie, East Indies , Indes Orientales). Nama lain yang juga dipakai
adalah “Kepulauan Melayu” (Maleische Archipel, Malay Archipelago , l’Archipel
Malais).
Ketika tanah Indonesia dijajah oleh
bangsa Belanda, nama resmi yang digunakan adalah Nederlandsch- Indie (Hindia Belanda), sedangkan pemerintah
pendudukan Jepang 1942-1945 memakai istilah Hindia Timur atau To-Indo.
III.
Berbagai usulan nama Indonesia
Eduard Douwes Dekker (1820-1887), yang dikenal
dengan nama samaran Multatuli, pernah mengusulkan namayang spesifik untuk
menyebutkan kepulauan tanah air kita, yaitu Insulinde, yang artinya juga
“Kepulauan Hindia” (bahasa Latin insula berarti pulau). Tetapi rupanya nama
Insulinde ini kurang populer.[2]
Walau pernah menjadi nama surat kabar dan organisasi pergerakan di awal abad
ke-20.[3]
Pada tahun 1920-an, Ernest Francois Eugene Douwes
Dekker (1879-1950), yang dikenal sebagai Dr. Setiabudi (cucu dari adik
Multatuli), memopulerkan suatu nama untuk tanah air kita yang tidak mengandung
unsur kata “ India ”. Nama itu tiada lain adalah Nusantara, suatu istilah yang
telah tenggelam berabad-abad lamanya. Setiabudi mengambil nama itu dari
Pararaton, naskah kuno zaman Majapahit yang ditemukan di Bali pada akhir abad
ke-19 Lalu diterjemahkan oleh J.L.A. Brandes dan diterbitkan oleh Nicholaas
Johannes Krom pada tahun 1920.
Pengertian Nusantara yang diusulkan Setiabudi jauh
berbeda dengan pengertian nusantara zaman Majapahit. Dengan mengambil kata
Melayu asli antara, maka Nusantara kini memiliki arti yang baru yaitu “nusa di
antara dua benua dan dua samudra”, sehingga Jawa pun termasuk dalam definisi
Nusantara yang modern.
IV.
Nama Indonesia
Pada tahun 1847 di Singapura terbit sebuah majalah
ilmiah tahunan, Journal of the Indian
Archipelago and Eastern Asia (JIAEA), yang dikelola oleh James Richardson Logan ( 1819 – 1869 ),
orang Skotlandia yang meraih Sarjana Hukum dari Universitas Edinburgh. Kemudian
pada tahun 1849 seorang ahli Etnologi bangsa Ingris, George Samuel Windsor Earl ( 1813 – 1865 ), menggabungkan diri
sebagai redaksi majalah JIAEA.
Dalam tulisannya “Journal Of The Indian Archipelago and Eastern Asia” volume IV tahun
1850. Earl punya dua calon nama yaitu Indunesia
dan Malayunesia.
Dia sendiri memilih nama Malayunesia
karena nama ini sangat tepat untuk ras Melayu, sementara cakupan Indinesia
terlalu luas. Namun Logan punya pendapat berbeda. Ia lebih senang memakai nama Indu-nesia, sebab nama itu lebih
sinonim untuk Indian Island atau Indian Archipalego. Dalam perjalanan huruf “U”
diganti huruf “O”, sehingga menjadi Indonesia.
Sejak saat itu Logan secara konsisten menggunakan
nama “Indonesia” dalam tulisan-tulisan ilmiahnya, dan lambat laun pemakaian
istilah ini menyebar di kalangan para ilmuwan bidang etnologi dan geografi.
Pada tahun 1884 guru besar etnologi di Universitas Berlin yang bernama Adolf
Bastian (1826-1905) menerbitkan buku Indonesien oder die Inseln des Malayischen
Archipel sebanyak lima volume, yang memuat hasil penelitiannya ketika
mengembara ke tanah air kita tahun 1864 sampai 1880. Buku Bastian inilah yang memopulerkan
istilah “Indonesia” di kalangan sarjana Belanda.
Kata Indonesia
berasal dari bahasa Latin : Indo dan Nesioi. Indo berasal dari kata Indus yang berarti Hindia. Nama ini
diberikan oleh para penjelajah asal Eropa generasi awal untuk daerah yang terbentang
dari Persia dan Tiongkok. Nesioi
bentuk jamak dari Nesos yang berarti pulau-pulau. Jadi Indonesia berarti
pulau-pulau Hindia.
Putra pertiwi yang mula-mula menggunakan istilah
“Indonesia” adalah Suwardi Suryaningrat atau Ki Hajar Dewantara. Ketika di buang ke
negeri Belanda tahun 1913 beliau mendirikan sebuah biro pers dengan nama
Indonesische Pers-bureau. Nama Indonesisch (pelafalan Belanda untuk "Indonesia") juga
diperkenalkan sebagai pengganti Indisch
("Hindia") oleh Prof Cornelis
van Vollenhoven (1917). Sejalan dengan itu, inlander (pribumi) diganti dengan Indonesier (orang Indonesia).
V.
Masa kebangkitan nasional
Secara politik, istilah Indonesia untuk pertama
kalinya digunakan oleh Perhimpunan Indonesia, yaitu organisasi yang didirikan
oleh pelajar-pelajar Indonesia di Negeri Belanda pada tahun 1908. Organisasi
tersebut pertama kali bernama Indische Vereeniging. Kemudian nama itu diganti
menjadi Indonesische Vereeniging pada tahun 1922. Selanjutnya pada tahun 1922
juga namanya diganti Perhimpunan Indonesia.
Tahun 1928 Kongres Pemuda II di Jakarta menggunakan
istilah Indonesia dalam hubungan dengan persatuan bangsa. Kongres Pemuda
tersebut pada tanggal 28 Oktober 1928
menghasilkan Sumpah Pemuda yang di dalamnya tercantum nama Indonesia. Istilah
Indonesia secara resmi digunakan sebagai
nama negara kita pada tanggal 17 Agustus 1945 dengan proklamasi kemerdekaan Indonesia.
B.
Warisan
Sejarah Masa Lalu
Negara-negara
baru di Indonesia yang menganut agama Islam bukan hanya menciptakan
wangsa-wangsa dan kerajaan-kerajaan baru saja, tetapi juga sebuah warisan
budaya yang beraneka ragam. Beberapa diantarannya adalah benar-benar baru
warisan tersebut bersemngatkan Islam, tetapi sebagian besarnya juga mempunyai
akar-akarny yang kuat pada kebudayaan Pra-Islam. Memang tepat jika warisan
dianggap klasik dalam arti bahwa warisan tersebut menetapkan norma-norma budaya
yang mutlak dan kerangka-kerangka acuan bagi peradaban-peradaban indonesia
sebelum abad XX.[4]
Kata
warisan merupakan serapan dari bahasa arab. Al-miirats, dalam bahasa Arab
adalah bentuk mashdar (infinitif) dari kata waritsa-yaritsu-irtsan-miiraatsan. Menurut
bahasa ialah ‘berpindahnya sesuatu dari seseorang kepada orang lain’, atau dari
suatu kaum kepada kaum lain. Warisan diartikan sebagai peninggalan, yaitu segala
sesuatu yang ditinggalkan oleh orang yang meninggal dinyatakan sebagai
peninggalan. Wujud warisan berupa kebendaan dan non-benda.
Jadi
warisan sejarah Indonesia pada masa lalu ada berupa benda dan non-benda.
I.
Yang termasuk dalam bentuk benda berupa:
1. Tulisan
seperti prasati dan nasakah-naskah kuno,
2. Bangunan seperti
candi, benteng, masjid, istana atau keraton,
3. Benda seperti
fosil-fosil, artefak, patung, peralatan-peralatan dari masa lampau.
II.
Yang termasuk dalam bentuk non-benda
berupa:
1. Karya Seni seperti
tarian tradisional, dongeng-dongeng, lagu daerah, seni pertunjukan, kesastraan
2. Adat Istiadat seperti
kepercayaan masyarakat, upacara adat
3. Keagamaan seperti
agama islam, agama hindu – budha, kristen,
4. Kebudayaan seperti
bahasa.
C.
Isu-isu
Sejarah Indonesia Kontemporer
Sejarah
kontemporer adalah sejarah mutakhir yang jejak-jejak peristiwanya masih relatif
dekat dan dirasakan kehadirannya oleh kita sekarang. Pembelajaran sejarah
Indonesia kontemporer dengan isu kontroversi senantiasa ada dalam pelajaran
sejarah, tetapi dalam pelaksanaannya masih belum optimal.
Masalah
perdebatan dalam sejarah kontemporer di Indonesia itu mulai muncul pada masa
Orde Baru (1966-1998). Sebagai sebuah rezim militer yang terlibat secara intens
dalam perjuangan revolusi dan pasca revolusi di Indonesia (sejak tahun 1945),
pemerintah Orde Baru merasa berhak untuk mendapatkan “saham revolusi” itu dan
ditonjolkan peranannya dalam historiografi Indonesia. Sementara itu aura
kekuasaan politik Orde Baru yang mulai bersinar sejak tahun 1966 juga merasa
berkepentingan untuk meredupkan cahaya kekuasaan Orde Lama yang baru saja
digantikannya. Dalam konteks ini menjadi jelas mengapa pilihan-pilihan materi
sejarah kontemporer di Indonesia pada masa Orde Baru itu, sebagaimana nampak dalam
buku-buku teks sejarah di sekolah berkisar pada masalah:
1. Hari
Lahir dan Penggali Pancasila;
2. Serangan
Umum 1 Maret 1949;
3. Gerakan
30 September 1965;
4. Surat
Perintah 11 Maret 1966;
5. Integrasi
Timor Timur ke Wilayah Indonesia pada Tahun 1976; dan sebagainya. [5]
[1] Raden Rahmat Wijaya, 2013, Asal Usul Nama "Indonesia",
Kompasiana.
[2] Absolutelyindonesia.com,
”sejarah-asal-usul-nama indonesia”
[3] Wikipedia bahasa Indonesia,
ensiklopedia bebas, “Sejarah nama Indonesia”,
[4] M.C. Ricklefs, Sejarah Indonesia
Modern (terjemahan Drs. Dharmono Hardjowidjo), Yogyakarta, 1989, hlm. 76
[5]
Andi suwirta, “MASALAH SEJARAH KONTEMPORER DI INDONESIA: beberapa isu
kontroversial“, artikel hlm. 12
Komentar